javascript hit counter

Ceritaku Dengan Kak Zaskia

EPS :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Chapter 23




Kak Zaskia








Umi Laras






Sehabis mandi Azril segera menuju kamar Laras seperti yang di perintahkan Laras. Karena Ibu Tirinya sedang melaksanakan shalat magrib, sehingga Azril terpaksa menunggu Ibu tirinya selesai shalat. Tidak lama kemudian Laras menyelesaikan ibadahnya.

Sembari tersenyum menatap Azril Laras merapikan kembali sajadahnya.

"Kamu sudah shalat?" Tanya Laras.

Azril menggelengkan kepalanya. "Belum Umi, sebentar lagi." Jawab Azril.

"Shalat itu gak boleh di tunda-tunda." Nasehat Laras.

"Iya Umi."

Laras menarik bangku riasnya lalu duduk menatap Azril yang berdiri di depannya. "oh iya, soal pacarnya Kakak kamu tadi kenapa?" Tanya Laras, ia menyilangkan kedua tangannya membiarkan payudaranya di balik mukenanya membusung.

"Azril gak bohong Umi. Dedi itu pacarnya Aurel, sahabat Azril." Ujar Azril kekeuh dengan pendiriannya.

"Adek iri, karena Kakak punya pacar." Ujar Laras.

Azril mendesah pelan. "Sumpah Umi, gak ada gunanya Azril bohong. Dedi itu berengsek, kami para santri tau betul kalau dia itu play boy." Jelas Azril berapi-api, ia berusaha meyakinkan Laras kalau Dedi memang berengsek.

Laras berdiri dan kemudian melepas mukenanya, mata Azril tak berkedip memandangi tubuh Laras yang di balut pakaian dalam serba hitam.

Walaupun sudah beberapakali melihat Laras hanya memakai pakaian dalam, tapi tetap saja pemandangan tersebut selalu berhasil membuat Azril takjub dengan keindahan lekuk tubuh Laras, bahkan sang junior diam-diam mulai berontak di balik celananya.

"Jujur sama Umi."

"......" Azril terdiam, lidahnya terasa keluh.

Laras berjalan menuju meja riasnya, mengambil pemukul kebesarannya, yang biasa ia gunakan untuk menghukum putranya. Sembari tersenyum, Laras memamerkan pemukul yang terbuat dari karet tersebut di hadapan Azril.

Tubuh mungil Azril kian tegang, bayangan-bayangan dirinya yang tengah di hukum Ibu tirinya, membuatnya mulai berada di antara kebimbangan.

"Jadi?" Laras tersenyum.

Azril menunduk dalam. "I-iya Umi, Adek bohong." Suara Azril bergetar, dan di bawah sana terasa semakin tegang.

Senyuman di wajah Laras kian mengembang, lagi dan lagi ia berhasil membuat putranya bertekuk lutut. Ada sensasi puas yang tak terkirakan melihat Azril yang begitu patuh kepadanya. Ia merasa seperti seorang ratu kerajaan yang tidak pernah salah di hadapan pengikutnya.

Laras berjalan beberapa langkah, berdiri tepat di hadapan Azril yang masih menunduk.

"Buka pakaian kamu." Bisik Laras.

Tanpa membantah ucapan Ibunya, Azril segera menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat di hadapan sang penguasa.

Laras menatap kontol Azril dengan tatapan gemas, melihat kontol kecil itu yang tampak sudah sangat tegang. Ukurannya yang mungil, di tambah tidak adanya sehelai rambut di sekeliling kontol Azril, membuat kontol Azril terlihat lucu dan menggemaskan di mata Laras.

Dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan jempol Laras menjepit kontol Azril. Lalu ia menggerakan jarinya maju mundur mengocok kontol Azril.

"Ughkk..." Pemuda itu melenguh nikmat ketika merasakan kedua jari Laras mengocok kontolnya maju mundur.

"Anak nakal." Ucap Laras.

Tubuh Azril kian tegang, menantikan apa yang akan di lakukan Laras selanjutnya. "Ma-maafin Adek Umi." Lirih Azril, tampak keringat sebesar jagung mulai membasahi wajah Azril yang begitu tegang.

Laras menggigit bibirnya, ada sesuatu di dalam dirinya yang seakan siap meledak, membuat adrenalin Laras kian terasa berpacu.

Jari Laras bergeser hingga kearea kepala kontol Azril yang kemerah-merahan, lalu secara tiba-tiba, ia memencet kepala kontol Azril hingga terlihat gepeng.

"Aaaaaaaaaarrrtttt.... Sakiiit." Jerit Azril.

Wuuussh...

Ada perasaan legah yang sulit di lukisan dengan kata-kata ketika mendengar Azril berteriak kencang. Seakan dirinya yang tadinya merasa berada di gurun pasir yang panas, tiba-tiba dirinya mendadak merasa berada di tengah-tengah gumpalan es yang begitu dingin.

Sakit... Tentu sangat sakit. Tapi anehnya Azril menyukai rasa sakit yang di berikan Laras.

Laras mendekap kepala Azril ke dadanya, sementara kedua tangan Azril memeluk manja pinggang Ibu Tirinya. Walaupun matanya mulai berkaca-kaca, tapi jauh di dalam lubuk hatinya, Azril tidak ingin momen ini cepat berakhir.

"Anak nakal, bandel, kamu harus di hukum." Bisik Laras.

Azril menelan air liurnya. "Ma-maafin Adek Umi... Adek janji gak akan nakal lagi." Jawab Azril dengan intonasi suara yang terdengar pelan, tapi bergairah.

"Umi maafin, tapi kamu harus tetap di hukum."

"I-iya Umi."

Kedua jari Laras bergerak pelan tapi bertenaga, sehingga Azril merasa kalau kontolnya saat ini tengah di ulek-ulek oleh kedua jari Ibu Tirinya.

"Ughkk... Sakiiit.... Ampun Umi..." Jerit Azril.

Seakan tidak perduli dengan teriakan Azril, Laras semakin kencang mengulek kontol Azril, seakan ia ingin memecahkan kepala kontol Azril dengan kedua jarinya. Air mata Azril sudah tak bisa lagi ia bendung, hingga mengalir di kedua pipinya bagaikan air terjun, yang terlihat indah di mata Laras.

Cukup lama Laras menyiksa kontol Azril, hingga akhirnya ia merasakan ada cairan hangat yang menyentuh tangannya. Laras tau, kalau putranya baru saja orgasme.

Laras melepaskan cengkraman jarinya di kontol Azril, lalu dia duduk di tepian tempat tidurnya sembari memberi isyarat agar Azril bersimpuh di depannya. Azril segera menjatuhkan lututnya, berlutut di hadapan Ibu Tirinya.

"Jilat." Laras menyodorkan tangannya yang terkena sperma Azril.

Pemuda itu menjulurkan lidahnya, ia mulai menjilati punggung tangan Ibunya, menyapu bersih spermanya yang terasa asin tapi gurih. Entah kenapa Azril merasa kalau dirinya ketagihan menjilati spermanya sendiri. Setelah sperma itu bersih, Azril tidak berhenti menjilati tangan Laras, bahkan ia sampai menjilati jari-jari tangan Laras.

Setelah tangannya basah oleh air liur Azril, Laras segera menarik tangannya dan menggantikannya dengan kaki jenjangnya.

Laras mengusap wajah Azril dengan telapak kakinya, lalu dia membuka mulut Azril dan memasukan jari-jari kakinya ke dalam mulut Azril. Dengan penuh kepasrahan Azril membiarkan mulutnya di masuki kaki Laras.

"Ini hukuman untuk anak nakal." Ucap Laras pelan.

Laras sangat menikmati ekspresi wajah Azril, yang begitu patuh dan tidak melakukan perlawanan apapun walaupun dirinya menyiksa Azril sedemikian rupa.

Tidak hanya mencucupi jari-jari kaki Laras, Azril juga menjilati telapak kaki Laras. Pemuda itu tampak sangat menikmati posisinya sebagai budak, begitu juga dengan Laras yang juga menikmati perannya.

"Cukup! Sekarang kamu telungkup di pangkuan Umi." Perintah Laras.

"Iya Umi."

Azril telungkup diatas pangkuan Laras, bersiap menerima hukuman lanjutan yang akan di berikan Laras kepada dirinya. Kontol Azril yang tadinya sempat layu, kini kembali tegang, menantikan hukuman dari Laras.

Azril sedikit mendesis saat merasa belaian lembut dari pemukul yang ada di tangan Ibunya.

Plaaaaak...

"Aaugh..." Jerit Azril.

Plaaaaak....

"Anak bandel!" Umpat Laras.

Plaaaaak....

"Aduh sakit! Ampuuun Umi.... Ughkk..." Teriak Azril keras saat Laras semakin kencang menampar pantat dan kantung telurnya hingga terasa ngilu.

Plaaaaak...

"Kamu pantas di hukum." Laras yang makin geregetan, semakin keras memukul pantat Azril yang tadinya putih mulus kini tampak memerah.

Semakin keras Azril berteriak, maka semakin keras pula Laras memukul anak tirinya. Entah kenapa Laras sangat senang mendengar teriakan Azril, sanking senangnya ia tidak memperdulikan kalau nanti ada yang mendengar teriakan Azril yang tengah di pukul olehnya.

Hingga akhirnya teriakan Azril mengundang rasa penasaran Clara yang tengah bersantai di dalam kamarnya.

Saat pintu kamar orang tuanya terbuka, Clara tampak membeliakkan matanya, menatap tidak percaya kearah Ibu dak adiknya yang kini telanjang tengah di pukul oleh Ibu kandungnya.

"Clara..." Sapa Laras.

Laras sempat terkejut saat menyadari kehadiran Putrinya, tapi ia buru-buru memasang wajah biasa saja, agar tidak mengandung kecurigaan dari putrinya.

Dan ternyata tidak hanya Laras yang terkejut, Azril tidak kalah kagetnya.

"Azril kenapa Umi?" Tanya Clara.

"Sini masuk!" Panggil Laras. "Umi lagi menghukum adik kamu." Ucap Laras, sembari kembali memukul pantat Azril dengan sangat keras.

"Auuuuwww..." Jerit Azril.

Clara yang mendengar suara pukulan dan teriakan Azril tampak meringis. Ia membayangkan bagaimana kalau dirinya yang di pukul sekeras itu. Entah kesalahan apa yang di lakukan Azril sehingga Ibunya yang ia kenal tidak suka marah itu bisa memberikan hukuman yang begitu keras.

Tapi Clara masih tidak mengerti, kenapa Laras hanya memakai dalaman dan Azril telanjang bulat? Apa memang harus lepas pakaian untuk menghukum adiknya?

"Memang Adek melakukan kesalahan apa Umi?" Tanya Clara.

Laras mendesah pelan. "Tadi Umi menangkap basah Adik kamu lagi ngintipin Umi ganti baju." Jelas Laras, membuat Clara sangat terkejut mendengar ucapan Ibunya.

"Apa?"

"Adek juga pernah ngintipin kamu mandi! Bahkan Umi sudah tiga kali menangkap adik kamu yang sedang ngintipin kamu mandi, sudah Umi peringatkan berkali-kali tapi masih saja di lakukan, makanya kali ini Umi hukum adik kamu, biar dia jera." Jelas Laras, yang berhasil membuat Clara naik pitam mendengar ucapan Ibunya.

Sekarang ia paham kenapa Ibunya hanya memakai pakaian dalam. Sungguh ia tidak menyangka, di balik sikap polos adiknya, ternyata Azril adalah tukang ngintip di rumahnya.

Padahal selama ini kedua orang tuanya sering sekali memuji Adiknya. Azril yang pintar lah, Azril yang patuh lah, Azril yang suka menghafal lah, Azril yang itu, Azril yang ini. Membuat Clara selalu merasa di anak tirikan oleh Ibu kandungnya sendiri. Tapi siapa yang menyangkah, kalau ternyata anak kebanggan Umi dan Abi kelakuannya sangat tidak bermoral.

Sementara itu, Azril tampak shok mendengar penjelasan Ibu Tirinya. Jelas-jelas ia di hukum bukan karena mengintip Ibunya berganti pakaian, tapi kenapa Ibunya malah menuduhnya yang bukan-bukan. Bahkan ia di tuduh sering mengintip Kakaknya, padahal ia baru sekali melakukannya dan itupun tidak di sengaja.

"Abi harus tau!" Dengus Clara.

Wajah Azril pucat pasi mendengarnya, buru-buru ia bersujud di depan Clara. "Ja-jangaan kak! Maafin Adek." Mohon Azril panik.

"Najis!" Umpat Clara.

Azril menatap wajah Laras, memohon dengan tatapan matanya agar Laras mau membantu dirinya.

Laras menarik tangan Clara dan meminta Clara duduk di sampingnya. "Tidak perlu sampai sejauh itu sayang! Adik kamu memang salah, tapi kamu tidak perlu melaporkannya sama Abi." Jelas Laras.

"Tapi Umi..."

"Kakak, dengerin Umi..." Ucap Laras dengan wajah serius membuat Clara terdiam. "Umi tau kalau kamu kesal, tapikan masih ada cara lain! Kamu bisa menghukum Azril dengan tangan kamu sendiri, dari pada melaporkan perbuatan Azril ke Abi kamu." Ujar Laras mencoba memberi penawaran menarik kepada Putrinya.

"Seperti yang Umi lakukan? Aku juga boleh melakukannya?" Tanya Clara, matanya berbinar menatap ibu kandungnya.

Laras mengangguk seraya tersenyum. "Tentu saja boleh! Azril salah, dan kamu adalah Kakaknya. Kamu sangat berhak untuk menghukum adik kamu, menggantikan peran Abi." Laras merangkul pundak Clara.

"Aku setuju."

"Adek... Sini kamu menungging diatas kasur." Suruh Laras membuat Azril yang membisu mendadak panik.

"Apa?" Kaget Azril.

"......" Laras menatap tajam kearah Azril.

Mendapatkan tatapan tajam dari Ibu Tirinya, membuat Azril tak bisa membantah lagi. Ia segera naik keatas tempat tidur orang tuanya dengan posisi menungging. Laras menyerahkan pemukul tersebut kepada Putrinya.

Clara menyeringai menatap pantat Azril yang tampak memerah, bekas pukulan ibunya.

Plaaaaak...

"Aueeh... Ampun Kak!" Jerit Azril.

Clara tersenyum menyeringai. "Anak setan Lo ya, berani ngintipin gue mandi." Umpat Clara sembari kembali memukul pantat Azril dengan sangat keras.

"Sakit... Sudah Kak!"

"Gak ada ampun buat anak kurang aja kayak Lo..." Geram Clara yang semakin beringas memukul pantat Azril hingga adiknya berteriak makin keras.

Laras tersenyum senang melihat bagaimana Clara memukul pantat Azril, ia tau kalau putrinya memang kurang suka terhadap Azril, sehingga wajar saja kalau Clara memanfaatkan kondisi saat ini untuk melampiaskan ketidak sukaannya terhadap Azril.

Lima belas menit telah berlalu, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Clara akan berhenti memukul pantat Azril. Dan semakin lama Clara semakin keras memukul pantat Azril.

Teriakan Azril semakin lama juga semakin keras, ia menangis sejadi-jadinya, hingga terdengar begitu pilu.

"Berisik banget si." Umpat Clara.

Tampak kedua paha Azril gemetaran menahan sakit di pantatnya. "Sudah Kak, sudah... Sakit... Adek janji gak akan ngintip lagi." Melas Azril, ia benar-benar merasa tersiksa.

"Sumpal aja pake kain." Usul Laras.

Jujur Laras merasa tidak tega melihat Azril di siksa oleh Kakak Tirinya. Tapi Laras sendiri juga masih ingin melihat raut wajah tersiksa Azril.

Laras naik keatas tempat tidur, ia membelai lembut kepala Azril, menengkan putranya yang tampak sudah tidak kuat lagi menerima pukulan dari Kakak kandungnya. Sentuhan Laras sedikit membuat Azril lebih tenang.

"Umi ada kain?" Tanya Clara.

Laras menggelengkan kepalanya. "Pake celana dalam kamu aja." Saran Laras.

"Hah?"

"Kenapa? Celana dalam kamu juga kainkan?" Ucap Laras tanpa melihat kearah Clara.

Walaupun sempat ragu, tapi akhirnya Clara melepas celana dalamnya. Toh ia juga saat ini menggunakan daster, sehingga selangkangannya tetap aman dari tatapan Adik Tirinya yang ia anggap tidak bermoral.

Setelah melepas celana dalam berwarna merah muda itu, Clara memberikan celananya kepada Laras.

Perlahan Laras membelai wajah Azril yang bermandikan keringat dengan celana dalam Putrinya, ia sengaja mengusap hidung Azril, hingga pemuda itu bisa menghirup aroma celana dalam Kakak Tirinya. Alhasil, kontol Azril kembali tegang karena aroma memek Kakak Tirinya.

"Bukak mulut kamu sayang!" Suruh Laras.

Azril membuka mulutnya selebar mungkin, dan membiarkan celana dalam Kakaknya berada di dalam mulutnya. Laras memberi kode kepada Clara untuk kembali menghukum Azril dengan alat pukulnya.

Dengan senang hati, Clara kembali memukul pantat Azril sekuat tenaga, hingga membuat Azril kembali mengadu kesakitan. Tapi karena mulutnya tersumpal celana dalam Clara, membuat dirinya tak bisa berteriak.

Cukup lama Clara memukul pantat Azril, dan selama itu juga Laras menatap puas wajah Azril yang meringis kesakitan.

"Awas ya, kalau Lo masih berani ngintipin gue sama Umi." Ancam Clara setelah merasa puas memukul pantat Azril, yang kini tidak hanya merah, tapi juga membiru.

Azril mengangguk karena mulutnya masih tersumpal celana dalam Clara.

"Kamu boleh pergi sekarang." Laras menarik keluar celana dalam Clara yang berlumuran air liur Azril.

"Jijik..." Ucap Clara.

"Minta maaf dulu sama Kakak kamu." Suruh Laras setelah Azril mengenakan kembali pakaiannya. "Dan ingat jangan kamu ulangi lagi." Lanjut Laras.

"Iya Umi! Maafin Azril ya Kak." Ucap Azril.

"Minta Maaf? Gue gak akan pernah maafin kelakuan elo yang menjijikan itu. Muka doang polos, ternyata mupeng juga." Umpat Clara.

Azril hanya diam saja, setelah berpamitan ia segera kembali menuju ke kamarnya.

Saat Clara hendak pamit untuk kembali ke kamarnya setelah puas memukuli adiknya, tapi tiba-tiba Laras menghentikannya.

"Kamu juga harus di hukum."

"Eh..." Heran Clara.

Laras menuju lemari pakaiannya, kemudian mengambil sebuah benda kecil berbentuk kapsul yang juga sering ia gunakan. "Jangan pura-pura merasa gak bersalah! Apa yang kamu lakukan bersama Dedi itu salah! Mungkin yang pertama Umi bisa maafkan, tapi yang kedua tidak bisa." Ujar Laras.

Wajah Clara pucat pasi, ia tidak menyangkah kalau ternyata Umi marah dengan kelakuannya yang berzina dengan Dedi tadi sore.

Padahal ia sudah senang, karena berfikir kalau Ibunya mengizinkan mereka bersenang-senang. Tapi siapa yang sangka, kalau ternyata Ibunya malah marah. Hanya saja yang membuat Clara bingung, kenapa saat ia melakukan zina dengan Dedi, Ibunya tidak melabrak mereka.

Laras berlutut di depan Clara, lalu menyingkap daster Clara hingga sebatas perutnya.

"Umi."

"Diam." Bentak Laras.

Clara tidak berani lagi membantah, dan pasrah apa yang akan di lakukan Ibunya. Mungkin nasibnya akan sama seperti Adiknya yang habis di pukuli.

Tapi tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang bergetar menyentuh clitorisnya.

"Umi..." Panggil Clara bingung.

Laras tersenyum. "Angkat kaki kamu." Suruh Laras.

Lagi Clara hanya pasrah dan mengangkat kakinya, membiarkan Ibu kandungnya memakaikan kembali celana dalamnya yang basah oleh air liur Adik Tirinya.

"Ini hukuman buat kamu! Jangan di lepas sampai baterainya habis." Ujar Laras.

Wajah Clara merona merah, ia tau apa yang di lakukan Ibunya kepada dirinya. "I-iya Umi..." Jawab Clara dengan suara gemetar.

"Jangan berzina lagi! Atau... Hukuman kamu akan Umi tambah." Ucap Laras seraya tersenyum dan membelai wajah cantik putrinya.

"Ssstt.... Iya Umi! Aduh... Geli." Racau Clara.

"Makanya jangan nakal." Laras mentoel hidung Clara.

Clara berusaha tersenyum. "Iya Umi... Janji gak akan nakal lagi. Gak akan zina lagi." Ucap Clara manja, kemudian ia memeluk erat tubuh Laras.

"Gak apa-apa kalau mau zina, asal kamu siap dengan konsekuensi nya." Lagi Laras mentoel hidung Clara. Gadis cantik itu hanya tersenyum manja. Sungguh Clara merasa beruntung memiliki Ibu seperti Laras.

******

Beberapa jam kemudian di tempat yang berbeda, di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan yang redup, tampak Zaskia tengah memegangi sebuah botol kecil yang berisi cairan obat perangsang pemberian sahabatnya. Ia ragu untuk kembali menggunakannya, tapi ia juga ketagihan efek dari obat perangsang yang ada di tangannya.

Di tengah kegalauannya, Zaskia berulang kali mendesah pelan. Mengingat bagaimana Rayhan membebaskannya dari belenggu syahwatnya yang menggebu-gebu.

"Tidak ini tidak boleh..." Zaskia menggelengkan kepalanya.

Zaskia sadar kalau ia akan semakin terjerumus ke lembah nista kalau ia kembali menggunakan obat perangsang yang ada di tangannya saat ini. Sejenak ia teringat dengan Julia, sahabatnya yang ia pergoki tengah berzina.

Seharusnya ia marah, seharusnya ia mencaci maki sahabatnya atas perbuatan Julia yang sangat tabu di ruang UKS tadi siang, tapi entah kenapa Zaskia malah lebih condong menganggap apa yang di lakukan sahabatnya itu tidak salah, dan ia merasa Julia berhak melakukannya.

Jelas... Sungguh sudah jelas kalau menurut ajaran Agama yang mereka anut kalau zina itu berdosa, bahkan hukumnya bisa di rajam sampai mati bagi wanita yang pernah menikah seperti Julia.

Tapi balik lagi seperti yang di katakan sahabatnya, kalau kita, kaum perempuan bebas mengekspresikan perasaan kita, melakukan apapun yang kita suka tanpa harus memikirkan dosa yang hanya akan menjadi dinding penghalang bagi kita yang menginginkan kebahagiaan.

Ya...
Benar apa yang di katakan Julia, obat ini... Obat perangsang yang bisa merontokan dinding itu.

Zaskia mengambil sebuah gelas berisi air mineral, lalu ia meneteskan obat perangsang itu ke dalam gelasnya. Tidak hanya setetes, tapi dua tetes seperti yang di sarankan oleh sahabatnya Julia.

"Mungkin aku sudah gila." Zaskia tertawa, mentertawakan dirinya sendiri.

Setelah meneguk habis minuman tersebut, Zaskia segera melakukan sunnah malam. Ia ingin memohon ampun apa yang barusan ia lakukan, dan berharap bisa mendapatkan pengampunan dari penguasa alam semesta.

Sementara itu di luar kamarnya, tampak seorang pemuda mengendap-endap menuju kamarnya. Rayhan tampak meringis saat menyadari kalau kamar Kakaknya terkunci.

Ada rasa kecewa di dalam diri Rayhan, dan rasa khawatir kalau Kakak kandungnya telah menaruh curiga kepada dirinya. Karena selama ini Zaskia tidak pernah mengunci pintu kamarnya, kecuali kalau ada temannya yang menginap di rumah mereka.

Apakah itu tandanya kalau Zaskia sudah mencurigainya? Sehingga Kakaknya sekarang lebih berhati-hati lagi.

Baru saja Rayhan hendak meninggalkan kamar Kakaknya, tiba-tiba ia mendengar suara kunci pintu kamar yang baru saja di putar dari dalam.

Rayhan menghentikan langkahnya, ia yakin kalau dirinya tidak salah mendengar. Tapi untuk memastikannya Rayhan harus mencoba membuka pintu Kakaknya, kalau bisa di buka itu artinya pintu kamar Kakaknya sudah tidak terkunci lagi.

Kreaaak...

Mata Rayhan memicing, menatap Kakak kandungnya yang tengah terlelap diatas tempat tidur.

"Apa Kakak sudah tidur ya?" Tanya Rayhan di dalam hati.

Dengan langkah perlahan, Rayhan mengendap-endap masuk ke dalam kamar Kakaknya. Ia berjalan mendekati Zaskia yang tengah berbaring masih dengan menggunakan mukenanya yang lengkap.

Rayhan mencoba membangunkan Zaskia, memastikan kalau Kakaknya sudah tidur.

"Kak..." Panggil Rayhan.

Zaskia hanya diam saja, menandakan kalau saat ini ia benar-benar telah terlelap tidur, membuat bibir Rayhan membentuk garis senyuman.

Ia duduk di tepian tempat tidur Kakaknya, memandangi wajah cantik Kakaknya.

"Ray gak pernah bosan menatap wajah cantik Kakak." Lirih Rayhan pelan. Ia mencoba menyentuh wajah Zaskia yang putih mulus itu.

"Maafin Ray Kak!"

Jemari Rayhan mengangkat keatas mukena bagian atas Kakak kandungnya. Mata Rayhan terbelalak saat menyadari kalau ternyata di balik mukena tersebut, Kakak kandungnya tidak memakai pakaian apapun. Tampak sepasang buah dada Zaskia yang terlihat segar.

Tangan Rayhan sampai gemetaran, tak percaya kalau Kakaknya shalat tanpa memakai dalamannya.

"Kak Zaskia sangat seksi." Bisik Rayhan.

Zaskia yang tengah pura-pura tertidur, tentu dapat mendengar pujian Rayhan. "Kamu suka Dek..." Bisik hati Zaskia yang tengah berbunga-bunga.

Rayhan segera mengeluarkan kontolnya yang besar, tangan kirinya mengurut kontolnya, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menjamah, membelai buah dada Zaskia yang ranum.

Malam ini tanpa bersusah paya, Rayhan dapat menjamah bebas payudara Zaskia.

"Enggkk... Aahkkk..." Desah Zaskia.

Rayhan tersenyum tipis mendengarnya. "Enak ya Kak! Sampai kebawak mimpi." Ujar Rayhan, ia memilin puting Zaskianya telah kaku mengeras.

"Ughkk..."

Sembari menjamah buah dada Zaskia, Rayhan memberanikan diri mencium Kakaknya, menjilati sekujur wajah Zaskia hingga wajah cantik itu kini bermandikan air liur Rayhan. Bibir Rayhan turun kebawah, ia melumat lembut bibir Kakaknya yang terasa seperti agar.

Ciuman lembut Rayhan membuat Zaskia makin melayang, ia teringat kejadian beberapa hari yang lalu, saat pertama kalinya Rayhan mencium bibirnya.

Jemari Rayhan turun kebawah, ia membelai perut rata Zaskia, terus turun hingga menuju selangkangannya.

"Enggkk..." Zaskia melenguh nikmat, membuat bibirnya terbuka. Rayhan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, ia menyusupkan lidahnya, membelit lidah Zaskia.

Sumpah demi apapun, Zaskia bagaikan tersengat ribuan volt merasakan lidahnya yang tengah di belit mesrah oleh Adik kandung nya sendiri. Nafas Zaskia kian terasa berat, dan dadanya makin sesak oleh syahwatnya sendiri.

Perlahan tapi pasti Rayhan menarik mukena yang di kenakan Zaskia, jemarinya membelai paha mulus Kakak kandungnya yang terasa begitu halus dan lembut, terus naik hingga menuju selangkangan Kakak Kandungnya yang sudah tidak memakai apapun di balik mukenanya.

"Rayhan... Jangan!" Bisik hati Zaskia.

Tapi ia membiarkan jemari Rayhan menuju bibir kemaluannya yang tampak bersih. Jari telunjuk Rayhan membelai memek Zaskia yang sudah amat basah.

Tubuh Zaskia menegang tatkalah Rayhan bermain dengan clitorisnya yang di rasa makin membengkak.

"Oughkk... Ehmmpsss... Hmmppsss..." Desah Zaskia.

Rayhan melepas pagutannya dan menatap lembut wajah Kakak kandungnya. "Ray, merasa sangat bangga memiliki Kakak secantik dan Seksi seperti Kak Zaskia." Puji Rayhan, tanpa henti menjamah memek Zaskia.

"Eenghkk... Aahkkk... Aahkkk..."

"Nikmatin Kak!" Bisik Rayhan lagi.

Ia mendekatkan wajahnya menuju buah dada ranum Zaskia. Lidahnya terjulur bagaikan ular, menyapu permukaan payudara Zaskia. Sesekali lidahnya mengitari dan mengecup puting Zaskia secara bergantian.

Sluuuppss... Sluuuppss... Sluuuppss...

Setelah puas bermain dengan buah dada Kakaknya, Rayhan turun menuju perut Zaskia. Ia menciumi dan menjilati perut Zaskia.

Entah kenapa Rayhan sama sekali tidak takut seperti malam sebelumnya. Bahkan tanpa ia sadari, kini Rayhan sama sekali tidak perduli kalaupun Kakak nya nanti terbangun oleh aksi nekatnya.

Sungguh suara erangan manja Zaskia, membuatnya benar-benar lupa akan rasa takut ketahuan.

"Kamu mau apa sayang? Kamu mau jilat memek Kakak lagi." Bisik hati Zaskia ketika Rayhan membuka lebar kedua kakinya hingga mengangkang.

Rayhan menatap nanar bibir kemaluan Zaskia. "Indah sekali Kak! Memek kakak sudah banjir ya... Aku bersihin ya Kak?" Ujar Rayhan, sembari mendekatkan wajahnya di sekitaran kemaluan Kakak kandungnya.

"Hayo Dek... Jilat memek Kakak! Kakak sudah gak tahan." Jerit hati Zaskia.

"Wangi, aku suka."

Lidahnya terjulur menyapu bibir kemaluan Zaskia, ia menjilati memek Zaskia dengan rakus. Tubuh Zaskia gemetar hebat menahan gejolak syahwatnya.

Cairan cintanya semakin lama, semakin banyak membanjiri kemaluannya, bercampur dengan air liur Rayhan yang saat ini tengah menjilati memeknya. Sanking tak tahannya kedua kaki Zaskia sampai menjepit kepala Rayhan yang tengah berada diantara kedua paha mulusnya.

Sesekali Rayhan menusuk-nusuk lobang memek Kakaknya, hingga terasa semakin nikmat.

"Aouuugh..." Zaskia melolong panjang.

Pantatnya terangkat dan sedikit gemetar ketika semburan hangat menerpa wajah Rayhan. Bukannya berhenti Rayhan masih saja mengejar memeknya dengan lidahnya, sehingga orgasme Zaskia seakan tidak mau berhenti.

Rasa nikmat bercampur geli membuat Zaskia merasa sangat tersiksa.

Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr....

"Adeeeeek...." Jerit Zaskia ketika ia mengalami squirt.

Sejenak suasana mendadak hening, Zaskia masih memejamkan matanya dengan deruh nafas tersengal-sengal. Sementara Rayhan terdiam membisu, ia sangat yakin kalau barusan Zaskia menyebut dirinya dengan panggilan Adek. Apa itu artinya Zaskia memimpikannya?

Dalam diam Zaskia sebenarnya sedikit khawatir karena dirinya kelepasan memanggil Adiknya. Ia tidak bisa membayangkan reaksi Rayhan kalau tau dirinya hanya pura-pura saja.

Rayhan membelai kepala Zaskia yang masih tertutup mukena. "Pasti lagi mimpiin Ray ya Kak? Ehmmpps... Ray jahil lagi ya Kak di dalam mimpi Kakak." Ujar Rayhan.

"Rayhan!" Gumam hati Zaskia.

Rayhan memegang kontolnya lalu mengarahkannya ke bibir Zaskia. Ia menggosok-gosok batang kemaluannya di bibir merah Kakaknya. "Maaf ya Kak, kalau Ray ngejahilin Kakak." Lirih Rayhan.

"Kakak suka kamu jahilin sayang." Jawab hati Zaskia.

Rayhan membelai bibir Zaskia, ia sedikit membuka bibir Kakaknya lalu memasukan jarinya sembari membuka mulut Zaskia agar terbuka. Kemudian ia mendorong kontolnya masuk ke dalam mulut Zaskia dengan perlahan. Sadar atas apa yang di lakukan Rayhan, membuat Zaskia tampak panik.

"Maaf Kak! Ray gak tahan." Ujar Rayhan.

Zaskia yang tengah berpura-pura tampak bingung harus melakukan apa. Jujur ia merasa jijik kalau harus di masuki oleh kontol Rayhan.

Entah kenapa Zaskia menyesali sikapnya yang tidak berani lebih tegas terhadap Adiknya. Seharusnya ia bangun saat ini juga, menghentikan kegilaan Rayhan yang hendak menyetubuhi mulutnya. Tapi entah kenapa tubuhnya enggan untuk melakukan hal itu.

Perlahan tapi pasti, tanpa bisa di cegah lagi kontol Rayhan masuk ke dalam mulut Zaskia.

"Ray! Kamu..." Bisik hati Zaskia.

Mata Rayhan terpejam. "Enak Kak... Enak sekali... Oughkk..." Desah Rayhan.

Sebenarnya bisa saja Zaskia pura-pura mengigau dan menggigit kontol Adiknya. Tapi entah kenapa ia tidak tega untuk melakukannya, ia merasa egois kalau sampai menggigit kontol Adiknya, setelah Rayhan membuatnya keenakan, dan membebaskannya dari belenggu siksaan obat perangsang yang ia minum beberapa menit yang lalu.

Dengan gerakan perlahan Rayhan memaju mundurkan kontolnya, mengocok kontolnya di dalam mulut Kakak kandungnya sendiri.

Tidak bisa di bayangkan reaksi Rayhan seandai saja Zaskia membuka matanya.

"Enak Kak... Aahkkk... Mulut Kakak enak..." Desah Rayhan.

Zaskia diam-diam juga menikmatinya. "Kontol kamu hangat dek! Rasanya sangat keras dan kaku di dalam mulut Kakak." Bisik hati Zaskia.

Rayhan yang seakan terbuai oleh rasa nikmat mulut Kakak kandungnya, tanpa sadar semakin mempercepat sodokan kontolnya di dalam mulut Zaskia. Bahkan ia sampai menahan kepala Kakaknya agar kontolnya bisa masuk lebih jauh, menjelajahi rongga mulut Kakak kandungnya.

Aksi nekat Rayhan membuat Zaskia beberapa kali hampir tersedak. Bahkan ia sampai kesulitan bernafas karena mulutnya penuh oleh kontol Rayhan.

Tapi anehnya, walaupun tersiksa Zaskia malah menikmatinya ketidak berdayaannya. Bahkan diam-diam, jemari Zaskia meraih memeknya dan menggosok pelan memeknya yang kembali terasa gatal.

"Enggkk... Aahkkk... Ahkk..." Desah Rayhan.

Slookss... Slookss... Slookss... Slookss... Slookss... Slookss... Slookss... Slookss... Slookss... Slookss...

Semakin lama Rayhan semakin cepat mengocok mulut Zaskia, tak perduli kalau nanti Kakaknya terbangun oleh aksi gilanya yang sudah sangat nekat.

Tidak lama kemudian Rayhan merasakan sesuatu yang ingin meledak di ujung kontolnya. Sembari menahan kepala Kakak kandungnya, Rayhan membenamkan kontolnya hingga masuk ke dalam tenggorokan Kakaknya. Croooottss... Croooottss... Croooottss... Sperma Rayhan. Tumpah di dalam mulut Zaskia.

Sejenak Rayhan terdiam menikmati orgasmenya, sama seperti Zaskia yang tak melakukan apapun walau tau kalau saat ini ada spermanya yang masuk ke dalam tenggorokannya.

Bahkan Zaskia sampai menahan nafas sembari menelan perlahan sperma Rayhan, agar ia tidak terbatuk dan membuang sperma Rayhan.

Perlahan kesadaran Rayhan kembali pulih, ia menarik pelan kontolnya yang mulai mengecil dari dalam mulut Kakak kandungnya. Rayhan sedikit terkejut karena tidak ada setetes pun sperma yang keluar dari mulut Zaskia, itu artinya Kakaknya menelan habis spermanya.

Aneh rasanya kalau Zaskia tidak terbangun oleh perbuatan Rayhan. Tapi sayangnya, Rayhan tidak berfikir sejauh itu. Andai saja Rayhan mau sedikit menganalisa kejanggalan yang terjadi malam ini, tentu Rayhan bisa dengan mudah menebak kalau Kakaknya saat ini hanya tengah berpura-pura tertidur.

"Ya Tuhan, apa yang kulakukan." Wajah Rayhan mendadak sangat tegang.

Bagaimanapun juga perbuatannya barusan sangat beresiko, bisa saja Zaskia bangun tiba-tiba, dan mendapatkannya yang tengah melecehkan Kakaknya. Bayangkan Zaskia mengusir dirinya, membuat Rayhan merasa ngeri. Ia yakin namanya di kartu keluarga akan di coret oleh kedua orang tuanya andai Zaskia mengadukan perbuatannya.

Secepat mungkin Rayhan merapikan kembali mukena Kakak kandungnya, beruntung malam ini Zaskia tidak memakai dalaman seperti biasanya, sehingga lebih muda baginya untuk merapikan kembali pakaian Kakaknya.

******

Kukuruyu... Kukuruyu...

Suara kokokan ayam membangun Azril dari tidur lelapnya, ia mengusap-usap matanya yang masih tampak mengantuk. Saat ia hendak beranjak dari tempat tidurnya, ia masih bisa merasakan rasa sakit di pantatnya setelah di pukul semalaman oleh Ibu dan Kakaknya.

Dengan langkah tertatih-tatih Azril menuju kamar mandi yang ada di ujung ruangan.

Selesai mandi ia bergegas bergabung bersama Clara dan Laras yang tengah menyantap sarapan pagi di meja makan. Saat Azril hendak duduk di meja makan, Azril sempat bertemu tatapan dengan Clara.

"Mas Daniel mana Mi?" Tanya Azril heran, karena tidak melihat sosok Daniel.

Laras meletakan kembali gelasnya. "Kayaknya masih tidur! Udah biarin aja, kamu makan aja dulu." Jawab Laras sembari melanjutkan sarapannya.

"Iya Umi! Ehmm... A-abi hari ini pulang ya Mi?" Tanya Azril lagi, kali ini terlihat agak gugup.

Laras mengangguk. "Iya nanti sore Abi kamu pulang, kenapa?" Tanya Laras. "Kamu takut kalau nanti Kakak kamu ngadu sama Abi soal kamu yang suka ngintip?" Tanya Laras lagi sebelum di jawab Azril.

"I-iya Umi."

"Kamu gak usah khawatir, kan semalam Kakak kamu sudah menghukum kamu, jadi gak ada alasan Kakak kamu ngadu sama Abi. Iyakan Kak?" Laras melihat kearah Clara yang tengah menyantap nasi goreng, memastikan kalau Clara tidak akan mengadukan Adiknya.

"Iya Umi! Janji... Hehe..."

"Tuh, kamu dengar sendiri kan." Ujar Laras.

Azril mengangguk lalu mulai menyantap sarapannya dengan hikmat.

Tidak terasa merekapun selesai menyantap sarapan pagi ini. Sebelum meninggalkan meja makan, Laras sempat menasehati kedua anaknya, agar menjadi anak yang rajin di sekolah, layaknya Ibu pada umumnya.

"Belajar yang rajin, jangan main-main terus..." Nasehat Laras. "Dan kamu Azril, Zuhur nanti jangan lupa shalat! Semalam kamu gak shalat kan? Subuh kamu shalat gak?" Tanya Laras kepada Azril.

"A-aku ketiduran Umi." Jawab Azril jujur.

Laras menggelengkan kepalanya. "Astaghfirullah! Sepertinya Umi harus menghukum kamu lagi, biar bisa lebih di siplin lagi." Ucap Laras tegas.

"......" Azril hanya tertunduk pasrah.

"Bener banget Mi! Eh... Kakak juga boleh ikut menghukum Azril gak Mi?" Tanya Clara semangat. Entah kenapa ia ketagihan menghukum Azril, yang selama ini selalu di anak emaskan oleh kedua orang tuanya.

"Boleh dong Kak! Kamukan Kakaknya, hukumnya wajib kamu menghukum Adik kamu, biar Azril bisa menjadi anak yang lebih baik lagi." Dukung Laras.

"Jadi kapan Mi?" Tanya Clara tidak sabar.

Sementara itu Azril yang dari tadi diam tampak gemetaran membayangkan hukuman apa yang akan di berikan Ibunya dan Kakaknya kepada dirinya.

Mengingat kejadian semalam, tentu hukuman yang akan di terima Azril akan lebih berat lagi.

"Sabar dong sayang! Nanti kalau Abi kamu lagi gak ada di rumah." Jawab Laras, membuat Clara sedikit kecewa karena harus menunda menyiksa adiknya.

"Ya masih lama." Keluh Clara.

"Nanti kalau sudah waktunya, kamu puas-puasin deh ngehukum adik kamu."

"Bener ya Mi."

"Iya sayang..." Laras tersenyum manis kearah putrinya.

Setidaknya untuk saat ini Azril sedikit merasa lega karena hukuman yang akan ia terima dari Ibu dan Kakaknya masih cukup lama. Setelah mendapat kepastian dari Laras, Clara segera berpamitan dengan Ibunya.

Azril tidak langsung pergi ke sekolah, karena ia harus membantu Ibunya terlebih dahulu membereskan meja makan sisa-sisa mereka barusan.

*****

Berada di jalan setapak Azril melangkah menuju ke kelasnya. Tatapan Azril kosong, memandangi jalanan yang tampak di penuhi kerikil.

Jujur Azril merasa ada yang salah dengan dirinya akhir-akhir ini. Ia merasa aneh dengan hukuman yang di berikan Laras kepada dirinya, ia merasa hukuman tersebut sungguh tidak mencerminkan sikap Laras sebagai orang tuanya, yang harusnya memberi hukuman yang mendidik bukan malah memberikan hukuman yang menyimpang dari syariat.

Walaupun awalnya Azril mengakui kalau ia menikmatinya, tapi kejadian semalam membuat Azril sadar kalau dirinya di jadikan tempat pelampiasan Ibu dan Kakak Tirinya.

Kalau di pikir-pikir, hukuman Abi jauh lebih manusiawi ketimbang hukuman Ibu Tirinya.

"Cukup... Aku gak mau lagi." Lirih Azril.

Ia mendesah pelan menatap lurus ke depan. Kebimbangannya kini terjawab sudah, ia akan mengakhiri hukuman gila dari Ibu dan Kakak Tirinya. Ia ingin hidup normal, bukan berada dalam ketakutan.

Langkah kaki Azril semakin terasa enteng, ia menatap ke depan yang tampak lenggang.

"Aurel." Lirih Azril saat melihat wanita yang ia sukai dari kejauhan. Buru-buru Azril melangkahkan kakinya mengejar sang pujaan hati.

Gara-gara memikirkan perlakuan Ibu dan Kakak Tirinya, Azril sampai lupa dengan hal penting yang harus ia sampaikan kepada Aurel. Ia yakin Aurel akan percaya dengan ucapannya, dengan begitu ia bisa menyelamatkan Aurel dari bajingan yang bernama Dedi.

Dengan nafas terengah-engah, akhirnya Azril berhasil menyusul Aurel yang juga sedang menuju kelasnya.

"Azril... Ada apa?" Sapa Aurel.

Azril tersenyum tipis. "Ada yang ingin aku beri tau sama kamu. Dan ini penting." Ucap Azril serius sembari memandang wajah cantik Aurel.

"Mau ngomong apa?"

"Soal Dedi."

Aurel berhenti melangkah, ia menatap Azril tidak suka. Bukan karena Azrilnya, tapi melainkan karena nama orang yang di sebut Azril barusan adalah seseorang yang amat sangat ia benci saat ini.

Sumpah, Aurel sudah tidak ingin mendengar nama itu disebut lagi.

"Ini sangat penting! Rel... Jauhin Dedi, si berengsek itu... Ternyata dia juga pacaran sama Kakakku." Jelas Azril, menatap Aurel dengan serius.

Plaaak...

Aurel menampar pipi Azril sangat keras, hingga pipi Azril tampak memerah.

"Cukup! Berhenti mengurusi hidupku." Teriak Aurel keras.

Azril terdiam membisu, ia tidak menyangkah akan mendapatkan respon yang begitu keras dari Aurel. Bahkan tamparan Aurel begitu panas di pipinya. Ia benar-benar tidak menyangkah kalau Aurel juga tidak mempercayai ucapannya, sama seperti Ibu Tirinya.

Azril menatap punggung Aurel yang pergi begitu saja meninggalkannya sendiri. Jujur Azril tidak ingin melihat orang yang ia sukai bersedih. Tapi ia juga tidak tau bagaimana caranya meyakinkan Aurel.

*****

Di kediaman KH Umar.

Laras menoleh ke belakang ketika pintu kamarnya terbuka. Tampak Daniel tersenyum menatap Laras yang saat ini hanya mengenakan pakaian dalam berenda berwarna putih, dengan hiasan pita merah, membuat Laras terlihat sangat seksi dengan penampilannya saat ini.

Daniel berjalan mendekatinya, dengan tatapan yang tajam seakan ingin segera menerkamnya. Berbeda dengan Laras, ia menatap Daniel dengan tatapan muak.

Tetapi walaupun begitu Laras tetap saja tidak bisa melawan ketika pemuda itu tiba-tiba memeluknya dari belakang, mengendus aroma tubuhnya yang begitu menggoda, yang seharusnya hanya ia serahkan kepada KH Umar seorang, Suami sahnya.

"Seperti biasanya, Tante selalu menggoda." Bisik Daniel.

Tubuh Laras terguncang menahan emosi. "Bajingan kamu Dan! Mau sampai kapan kamu memperlakukan ku sehina ini." Geram Laras.

"Sampai kapan? Hmm... Sampai saya puas, sampai misi saya berhasil." Bisik Daniel.

"A-aku sudah tidak mau lagi."

"Mari kita buktikan." Daniel mengangkat dagu Laras, lalu memanggutnya dengan ganas. Sementara telapak tangannya meremas bongkahan pantat Laras.

Laras memejamkan matanya, berusaha menolak rasa nikmat yang beberapa kali selalu berhasil membuatnya takluk di hadapan keponakannya itu. Tapi sayangnya Laras hanyalah wanita biasa, yang keimanannya perlahan mulai terkikis oleh rasa nikmat yang di berikan Daniel.

Setelah puas berciuman, Daniel meraih buah dada Laras, ia meremasnya dengan pelan tapi bertenaga.

"Sssttt... Aahkkk..." Desah Laras.

Daniel tersenyum menyeringai, ia mendorong tubuh Laras hingga bersender di dinding kamarnya. Kemudian ia menyingkap bra yang di kenakan Laras kebawah, hingga sepasang payudara Laras melompat keluar dengan bebasnya. Daniel langsung menyergap payudara Laras.

Kepala Laras mendongak keatas saat putingnya di hisap oleh Daniel. Sementara telapak tangannya menjambak rambut Daniel dengan kasar.

"Aahkkk... Cukup! Sudaaah... Jangan lakukan lagi." Melas Laras makin tak tahan.

Remasan-remasan di pantat Laras terasa semakin keras, membuat lendir cinta Laras perlahan mulai membasahi celana dalamnya. "Mulai basah! Apakah itu artinya Haja Laras kembali kalah oleh nafsunya." Ejek Daniel, membuat Laras benar-benar malu.

"Tidaaaak... Aku tidak kalah." Bisik hati Laras.

Puas bermain dengan kedua buah dada Laras, Daniel membawa Laras keatas tempat tidur yang biasa di gunakan Laras bersama KH Umar.

Tubuh Laras terlentang sembari meronta-ronta bagaikan rusa yang berada dalam cengkraman singa yang hendak memangsanya. Sekuat apapun Laras bertahan, tapi pada akhirnya ia tidak bisa berbuat apa-apa, membiarkan sang singa mencabik-cabik dirinya.

Daniel melepas penutup buah dada Laras, membiarkan payudara matang itu terbebas dari belenggu penutupnya. Kembali Daniel merangsang buah dada Laras dengan menjilati putingnya, sementara kedua tangannya berusaha membuka celana dalam Laras.

"Cukup... Sudah Dan! Auww... Daniel..." Rengek Laras.

Perlahan tapi pasti Daniel berhasil membuka celana dalam Laras. "Sepertinya memek Haja Laras sedang kangen sama kontol keponakannya." Ejek Daniel.

"Astaghfirullah Daniel... Jaga ucapan kamu." Bentak Laras, walaupun pada kenyataannya ia memang merindukan kontol Daniel berada di dalam memeknya, mengaduk-aduk memeknya hingga ia puas.

Daniel menurunkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan selangkangan Laras yang beraromakan daun sirih.

Sadar kalau Daniel hendak menyentuh memeknya, Laras dengan gerakan cepat berputar hendak melarikan diri dari sang predator.

Kedua tangan Daniel tidak kalah cepat, ia menangkap pinggul Laras dan membenamkan wajahnya di selangkangan Istri dari KH Umar. Lidahnya menjulur menyapu bibir kemaluan Laras yang sudah sangat basah itu.

"Oughkk... Hentikaaan..." Jerit Laras.

Tubuhnya terguncang merasakan sapuan lidah Daniel dari bawah, mengikuti garis bibir kemaluannya hingga ke lobang anusnya yang tampak merekah.

Lidah Daniel menusuk-nusuk lobang anus Laras, membuat wanita terhormat itu merintih-rintih, menandakan kalau tembok pertahanannya sudah hampir roboh. Sesekali wajah Laras mendongak keatas, menahan gejolak syahwatnya yang semakin menggebu-gebu.

Sluuuppss... Sluuuppss... Sluuuppss...

"Enak sekali memek Tante!" Gumam Daniel.

Kedua tangan Laras terkepal erat. "Cukup... Aahkkk... Sudah... Sudah... aku gak tahan." Jerit Laras. Tubuhnya bergetar hebat tatkalah ia tiba-tiba mencapai orgasmenya.

Sruuupss...

"Gurih, enak..." Komentar Daniel.

Tubuh Laras ambruk setelah orgasmenya meredah, nafasnya tersengal-sengal dan tenaganya entah kenapa tiba-tiba lenyap begitu saja.

Daniel memutar tubuh Laras hingga kembali terlentang sembari menatap tubuh telanjang Laras yang di usianya yang sudah memasuki kepala empat tapi masih memiliki tubuh seksi seperti wanita berusia dua puluhan.

Laras menatap sayu kearah Daniel yang mulai menanggalkan pakaiannya hingga telanjang bulat. Kemudian ia bergeser ke samping kepala Laras sembari memamerkan kontolnya yang besar dan panjang itu. Walaupun sudah sering melihat kontol Daniel, tapi tetap saja Laras selalu merasa takjub dengan kontol keponakannya itu.

"Hisap kontolku Haja lonte." Suruh Daniel.

Laras menatap marah kearah Daniel ketika pemuda itu menampar-nampar wajahnya dengan kontolnya.

Karena Laras juga tetap tak bergeming, Daniel mulai menuntun kontolnya kearah bibir Laras yang masih terkatung-katung dengan sangat rapat. "Lakukan! Atau video kita bercinta akan saya berikan kepada si Umar berengsek itu." Ancam Daniel menyeringai bagaikan iblis.

"Bajingan kamu." Tubuh Laras kian terguncang.

Sadar kalau dirinya tidak punya pilihan, akhirnya Laras mengalah dan membuka mulutnya, membiarkan kontol Daniel menjelajahi rongga mulutnya.

Laras menghisap kontol Daniel, dan sesekali ia menjilati ujung kepala kontol Daniel.

"Ssstt... Enak Tan! Teruuuss..." Racau Daniel.

Walaupun ia marah dan sangat mengutuk perlakuan Daniel, tapi pada kenyataannya ia menikmati kontol Daniel yang berada di dalam mulutnya. Ia merasa kontol Daniel begitu pas di dalam mulutnya, teksturnya yang keras dan hangat dengan rasa yang sedikit asin membuatnya ketagihan.

Tanpa sadar Laras malah keasyikan mengoral kontol Daniel. Kepalanya maju mundur, sesekali menyedot kontol Daniel seperti vakum cleaner.

Lidahnya menari-nari di batang kontol Daniel, dan berpindah kearah kantung kontol Daniel, menghisapnya lagi, menjilatinya lagi berulang-ulang, membuat Daniel melayang akan servis yang di berikan Laras.

"Cukup..." Suruh Daniel. "Sepertinya kamu terlalu menikmati kontol saya." Ledek Daniel saat Laras masih saja mengoral kontolnya.

Buru-buru Laras melepaskan kontol Daniel. "A-aku terpaksa melakukannya." Elak Laras.

Daniel tak perduli dengan penolakan Laras, ia ingin segera merasakan jepitan memek dari Istri KH Umar. Ia segera menindih tubuh Laras sembari membuka lebar kedua kaki Laras agar muda baginya untuk melakukan penetrasi.

Buru-buru Laras menutup satu-satunya akses bagi Daniel menikmati tubuhnya. Walaupun ia tau apa yang ia lakukan percuma saja, tapi entah kenapa Laras merasa kalau dirinya harus tetap melakukannya, setidaknya dengan ini ia sedikit merasa terbebas dari dosa.

"Jangan Dan! Aku tantemu."

Daniel mengecup kening Laras. "Tante, adalah budak nafsuku, tempat aku menyalurkan nafsu." Bisik Daniel sembari menyingkirkan tangan Laras.

"Danieeeel... Oughkk..." Jerit Laras.

Kontol Daniel menyeruak masuk ke dalam lobang peranakan Laras yang merespon dengan pijitan-pijitan lembut di batang kemaluan Daniel.

Rahang Daniel mengeras, menikmati jepitan dinding memek Haja Laras. Dengan gerakan perlahan ia mulai melakukan penetrasi di dalam memek Laras, maju mundur, maju mundur, maju mundur dan semakin lama ia semakin cepat menyodok memek Laras.

Tubuh Laras menegang, keringat mengucur deras dari pori-pori kulitnya. Matanya membeliak merasakan betapa nikmatnya tubrukan kontol Daniel di dalam memeknya, yang membuatnya semakin pasrah.

"Enakkan?" Goda Daniel.

Laras membuang muka sembari menggigit bibirnya. "Rasa nikmat ini salah Daniel! Aahkkk... Aahkkk... Ini dosa... Sudah cukup..." Jawab Laras di tengah-tengah desahannya.

"Tapi Tante menyukainya, Istri KH Umar menyukai kontol keponakannya sendiri."

Bisikan Daniel membuat Laras terguncang, ia merasa sangat malu dan hina, karena apa yang di katakan Daniel memang benar, kalau dirinya sangat menyukai cara Daniel menidurinya. Ia merasa memeknya sangat cocok dengan kontol Daniel yang besar, hingga membuat memeknya terasa penuh di jejali kontol Daniel.

Daniel mendekap kepala Laras, lalu dia mencium bibir Laras, melumatnya dengan rakus. Sementara Laras hanya pasrah membalas lumatan Daniel. Tidak butuh waktu lama, Daniel berhasil mengantarkannya ke puncak kenikmatan tanpa batas.

Dalam diam Laras menangis, ia menangisi dirinya sendiri yang selalu kalah oleh nafsunya sendiri.

Daniel menarik tangan Laras ke lehernya, kemudian ia mengangkat tubuh Laras, menggendongnya sambil berdiri tanpa melepaskan kontolnya yang masih berada di dalam memek Laras.

"Aahkkk... Aahkkk... Aahkkk..." Desah Laras.

Daniel menggenjot Laras sembari membawa Laras keluar dari dalam kamar. "Kita main di kamar Azril." Bisik Daniel membuat Laras kaget.

"Jangaaaan... Aahkkk... Dan..."

Kontol Daniel terasa semakin dalam menusuk lobang memeknya saat mereka berjalan menuju kamar Azril yang berada di samping kamarnya.

Setibanya di dalam kamar Azril, Daniel menjatuhkan tubuh Laras diatas tempat tidur Azril.

"Nungging." Perintah Daniel.

Laras memutar tubuhnya hingga menungging. "Jangan di sini Dan... Tante mohon." Melas Laras, tapi Daniel tidak memperdulikan nya.

"Ngomong-ngomong pertunjukan semalam sangat luar biasa." Hina Daniel.

Gigi Laras menggeretak marah. "Bajingan kamu Dan... Ini semua gara-gara kamu!" Umpat Laras kesal, mengingat apa yang terjadi semalam.

"Tapi kamu menikmatinyakan, menikmati putra kesayangan kamu yang berteriak kesakitan. Hahaha..." Tawa puas Daniel. Membuat hati Laras sangat sakit sekali, karena pada kenyataannya ia memang menikmatinya.

Daniel membuka cela pipi pantat Laras, lalu menuntun kontolnya menuju lobang pembuangan Laras.

"Jangan di situ Dan!" Melas Laras.

Tentu saja Daniel tidak perduli. "Kamu pasti menikmatinya." Ledek Daniel lagi, sembari menusuk lobang anus Laras dengan sangat kasar.

"Oughkk... Perih Dan..." Rengek Laras.

"Ayolah, ini tidak seberapa di bandingkan dengan rasa sakit yang di terima Azril." Ucap Daniel, sembari menampar bongkahan pantat Laras.

Laras memejamkan matanya, mencoba serilex mungkin agar tusukan Daniel tidak begitu terlalu menyakitkan, tapi pada akhirnya ia gagal, dan rasa sakit itu makin menjadi-jadi ketika Daniel semakin kasar menyodok-nyodok lobang anusnya yang masih belum terbiasa dengan keberadaan kontolnya.

Tangan Daniel menjambak jilbab Laras, sembari semakin dalam menghujami anus Laras.

"Sudah Dan! Tante benar-benar gak kuat! Aahkkk..."

Plaak... Plaaaaak... Plaaaaak...

Berulang kali Daniel menampar pantat Laras. "Hayolah, masak Azril saja bisa menikmati siksaan Tante. Ini gak seberapa." Ujar Daniel memprovokasi.

"Azril... Aahkkk..." Rintih Laras menyebut nama Azril.

Tanpa sadar Laras membayangkan sosok putranya saat ia siksa. Walaupun wajahnya selalu menggambarkan ketersiksaan, tapi pada akhirnya Laras tau kalau putranya itu menikmati siksaan yang ia berikan. Sama seperti dirinya, walaupun ia selalu terlihat tersiksa oleh Daniel, tapi pada akhirnya ia juga menikmatinya.

Gambaran-gambaran wajah Azril yang sedang tersiksa, perlahan kembali membangkitkan birahinya. Entah kenapa ia jadi merindukan Azril.

Rasa sakit yang sempat menyiksa dirinya, kini perlahan mulai menghilang dan digantikan dengan rasa nikmat yang luar biasa. Perasaan yang sama ketika dirinya menyiksa putra kesayangan itu.

"Daniel... Ampun! Oughkk... Jangan siksa Tante." Jerit Laras.

Daniel tersenyum menyeringai saat melihat reaksi tubuh Laras yang ikut bergerak menyambut sodokan kontolnya. "Azril juga sering berteriak seperti itu? Tapi apakah Tante berhenti menyiksa Azril?" Bisik Daniel.

"Aahkkk... Aahkkk... Aahkkk..." Desah Laras.

Lengan Daniel mengait leher Laras, lalu menariknya ke belakang sehingga punggung Laras menelikung ketarik ke belakang, membuatnya semakin tidak berdaya.

Kondisi yang sama juga di rasakan Azril, saat pemuda itu tidak berdaya ketika menerima siksaan darinya.

"Jujur! Tante menikmatinya bukan?" Ledek Daniel.

Laras menggelengkan kepalanya. "Aahkkk... Tidak... Tidak... Sudaaah... Dan!" Jerit Laras, entah kenapa ia merasa sangat bersalah terhadap putranya.

"Anggap saja ini hukuman buat Tante yang suka menyiksa Azril."

"Ini semua gara-gara kamu Daniel! Aaahkk..." Jerit Laras.

Tubuhnya menggelepar ketika orgasme kembali melanda dirinya. Ia sendiri tidak mengerti kenapa ia malah bisa menikmati di sodomi oleh Daniel karena membayangkan wajah putranya saat ia siksa.

Tubuh Laras ambruk keatas kasur Azril, dengan nafas yang terengah-engah.

Daniel kembali memposisikan Laras dalam keadaan terlentang. Ia mengambil bantal yang biasa di gunakan Azril tidur, dan meletakkannya di bawah pantat Laras.

"Sudah Dan! Tante capek." Mohon Laras.

Kedua kaki jenjangnya di angkat keatas pundaknya. "Apakah Tante akan berhenti, kalau Azril meminta Tante untuk berhenti?" Ucap Daniel menohok.

"Itu karena kamu Dan! Kamu yang meminta Tante menyiksa Azril. Kamu yang meminta Tante melakukan semua hal gila yang tidak ingin Tante lakukan ke pada mereka berdua. Kamu mengancam Tante." Teriak Laras makin kalut. Ia kesal karena terus-menerus disalahkan Daniel.

"Tapi Tante menikmatinya." Balas Daniel.

Bleeess...

Kembali kontol Daniel amblas ke dalam lobang memek Laras yang sudah sangat basah dan licin, hingga mempermudah laju kontolnya.

Dengan gerakan cepat Daniel menyodok-nyodok memek Laras dengan kasar.

"Aahkkk... Aahkkk... Aahkkk..." Desah Laras.

"Mau sampai kapan Tante menutupi fetis Tante terhadap Azril? Terima saja kalau kenyataannya Tante memang selalu merasa puas setiap menyiksa Azril." Pancing Daniel yang membuat Laras makin merasa berdosa.

"Tidak... Itu tidak benar..." Teriak Laras.

"Bohong... Saya tau Tante menikmatinya, Tante suka menyiksa Azril. Ayo ngaku..." Desak Daniel.

Apa yang di katakan Daniel memang benar, ia memang sangat menikmati momen setiap kali menyiksa putranya. Ia sendiri juga tidak mengerti kenapa ia selalu mendapatkan kepuasan tersendiri melihat Azril tersiksa, padahal ia melakukannya karena terpaksa, karena di ancam Daniel kalau pemuda itu akan membuat nasib KH Umar sama seperti orang tuanya.

"Maafkan Umi sayang... Maafkan Umi..." Jerit Laras di dalam hati.

Tiba... Tiba...

Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr....

Daniel mencabut kontolnya dan membiarkan Laras orgasme diatas bantal Azril.

"Ahkk... Ahkk... Ahkk..."

Daniel menatap wajah Laras. "Perasaan saya saat ini, sama seperti perasaan Tante ketika sedang menyiksa Azril." Ujar Daniel yang terlihat sangat menikmati perannya.

Daniel kembali menuntun kontolnya, menyeruak masuk kembali ke dalam memek Laras.

"Oughkk... Daniel... Aahkkk... Sudah..."

Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss...

Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss... Ploooookkss...

Daniel semakin gencar menyodok-nyodok memek Laras, tidak perduli kalau wanita yang tengah ia gagahi saat ini sudah benar-benar berada di ambang batas pertahanannya. Hingga akhirnya...

"Tante... Aku keluar...." Jerit Daniel.

Ia menekan sedalam mungkin kontolnya di dalam memek Laras. Dan sedetik kemudian ia menembakkan lahar panas ke dalam rahim Laras. Croooottss... Croooottss... Croooottss... Laras dapat merasakan sperma Daniel yang menyeruak masuk ke dalam rahimnya.

*****

Menjelang sore, saat matahari mulai meredup, menerangi langit-langit pondok pesantren Al-Tauhid. Tampak sebuah mobil Toyota Inova melaju perlahan melewati gerbang pondok pesantren Al-Tauhid. KH Umar melambaikan tangannya kearah satpam yang menyambutnya.

Mobil yang di tumpangi KH Umar tidak langsung menuju rumahnya, melainkan menuju sebuah rumah yang tidak jauh dari gerbang pesantren.

Sang sopir segera keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil di barisan kedua.

"Kamu tunggu di sini."

"Iya Kiayi." Jawab sang Pemuda.

KH Umar memasuki perkarangan rumah tersebut. Tampak KH Hasan yang tengah merawat tanaman bunganya menatap KH Umar yang baru saja masuk.

"Baru sampe Mas?" Sapa KH Hasan.

KH Umar tersenyum, lalu mereka berdua duduk di depan perkarangan KH Hasan. "Rasanya capek sekali, bolak balik seperti ini." Ujar KH Umar.

"Namanya juga berjuang demi Agama Mas."

"Kamu benar."

KH Umar dan KH Hasan memang bersaudara, hanya saja mereka tidak memperlihatkan kedekatan mereka sebagai saudara ketika berada di dekat para santri dan juga Ustad Ustadza. Tidak jarang KH Umar mendatangi kediaman KH Hasan yang notabene nya sebagai adik, untuk meminta pendapat KH Hasan tertang berbagai hal.

Dan tentunya KH Hasan dengan senang hati membantu, memberi masukan untuk KH Umar, demi kebaikan pondok pesantren Al-Tauhid.

"Ngomong-ngomong ada apa mas kesini?" Tanya KH Hasan.

KH Umar mendesah pelan. "Ini masalah Daniel." Jawab KH Umar kepada saudaranya. "Entah kenapa, saya sulit sekali menerima Daniel tinggal di rumah saya." Ujar KH Umar, ia menatap koleksi tanaman KH Hasan.

"Saya mengerti kekhawatiran Mas Umar! Saya sendiri sebenarnya agak khawatir dengan anak itu."

"Menurut kamu, apa yang harus mas lakukan?"

KH Hasan tidak langsung menjawab, ia mengambil sebatang rokok kretek untuk ia nikmati. "Sebaiknya Daniel di jauhi dari keluarga Mas Umar. Bukannya saya mau berprasangka buruk, tapi mengingat masa lalu Daniel, tidak ada salahnya kalau Mas sedikit berhati-hati." Ujar KH Hasan. Ia menghisap dalam rokok kreteknya, lalu menghembuskannya ke udara.

"Saya juga sempat berfikir seperti itu! Apa lagi saya jarang berada di rumah."

"Lantas apa yang membuat Mas ragu?"

"Saya bingung mau meletakan Daniel di mana? Bagaimanapun Daniel keponakan kita, sudah sewajarnya kalau kita menampung dirinya, dan mendidiknya."

"Mas takut kalau nanti tidak ada yang mengawasi Daniel?" Tanya KH Hasan. KH Umar mengangguk. "Kalau tidak salah, rumah yang di samping kediaman anak saya Ferry tidak ada yang menempatinya, bagaimana kalau seandainya Daniel tinggal di rumah itu? Saya rasa rumah itu cukup layak di tempati Daniel, hanya saja perlu sedikit renovasi." Usul KH Hasan.

"....." KH Umar manggut-manggut.

"Di sana ada Ferry, jadi mas tidak perlu khawatir tentang Daniel." Tambah KH Hasan.

"Saya setuju dengan usul kamu, terus... Aku juga berencana ingin memberinya pekerjaan, kira-kira pekerjaan apa yang cocok untuk Daniel. Ya... Setidaknya ia punya kegiatan dan punya andil di pesantren ini."

"Bukannya Daniel dulu pernah Kuliah di jurusan penjaskes sebelum ia di penjara? Gimana kalau Daniel jadi guru olah raga, soalnya kita kekurangan guru olah raga."

"Benar juga, saya tidak kepikiran sampai sejauh itu, hahaha..." Tawa KH Umar.

Tiba-tiba seorang wanita keluar dari dalam rumah sembari membawah nampan berisi minuman. Dengan penuh sopan santun wanita cantik itu meletakan dua gelas kopi diatas meja.

"Silakan di minum Kiayi." Ujar Kartika.

KH Umar tersenyum. "Terimakasih." Jawab KH Umar.

Selepas kepergian Kartika, menantu KH Hasan, mereka kembali melanjutkan obrolan, tapi kali ini lebih ringan. Tidak jarang mereka tertawa lepas, mengingat masa lalu ketika mereka masih muda dulu. Tidak terasa sudah hampir dua jam mereka mengobrol di perkarangan rumah.

Sangat tengah asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi. Membuat KH Umar tersadar kalau sebentar lagi sudah memasuki waktu magrib.

"Wa... Udah mau magrib aja! Saya pamit dulu San."

KH Hasan menyalimi tangan Kakaknya. "Salam buat keluarga di rumah." Ujar KH Hasan.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Sepeninggal KH Umar, KH Hasan segera masuk ke dalam rumahnya, ia bergegas menuju kamar anaknya saat mendengar suara tangisan sang cucu yang tak kunjung reda.

Benar saja, Ibunya ternyata sedang tidak ada di kamar, dan meninggalkan cucunya sendirian.

"Cup... Cup... Cup... Cucu Kakek sendirian ya..." Ujar KH Hasan sembari menggendong cucunya yang tengah menangis keras.

Untuk mendiamkan sang cucu, KH Hasan membawa cucunya keluar dari dalam kamar, menuju dapur untuk mengambilkannya asi yang ada di lemari es. Sembari berjalan menuju dapur, KH Hasan tak henti-hentinya menimang-nimang sang Cucu. Mengajak sang cucu bercanda agar ia tidak lagi menangis.

Saat tiba di dapur, secara bersamaan pintu kamar mandi pun terbuka. Sejenak KH Hasan terdiam menatap menantunya yang keluar dari dalam kamar mandi hanya mengenakan kain untuk menutupi tubuh telanjangnya, dan handuk untuk menutupi rambutnya.

Sadar kalau dirinya terlalu memperhatikan sang menantu, KH Hasan buru-buru memalingkan wajahnya.

"Anak Umi baru bangun ya." Kata Kartika.

Ia berjalan mendekati KH Hasan yang tengah menggendong anaknya. "Itu Umi... Nenen sama Umi mau?" Goda KH Hasan kepada Cucunya.

"Sini Bi, biar dia aku gendong." Tawar Kartika.

Segera KH Hasan memberikan cucunya kepada Kartika yang langsung menyambutnya. Saat sang bayi berpindah tangan, tanpa di sengaja lengan KH Hasan menyentuh buah dada Kartika yang terasa empuk.

Tentu Kartika tidak menyadarinya, tapi tidak dengan KH Hasan. Tubuhnya mendadak tegang ketika tangannya menekan buah dada Kartika.

"Anak Umi laper." Ujar Kartika.

Ia menimang-nimang anaknya, tanpa ia sadari kalau sang mertua tengah menatapnya dengan tatapan terangsang. Tapi sebelum menyadari tatapan mertuanya, KH Hasan buru-buru tersadar dan memalingkan wajahnya.

"Kami ke kamar dulu ya Kek." Ucap Kartika manja.

KH Hasan berusaha tersenyum di balik ketegangannya. "Habis mimik nanti main sama Kakek ya." Kata KH Hasan sembari menatap wajah cucunya. Eh... Maksudnya memandangi belahan dada Kartika yang mengintip malu-malu di balik lipatan kainnya.

"Iya Kakek." Timpal Kartika.

Ketika Kartika hendak ke kamarnya, tiba-tiba anaknya menarik lipatan kainnya, hingga kain yang di kenakan Kartika merosot kebawah, membuat suasana menjadi sangat dramatis.

Mata KH Hasan membeliak, menatap kain yang di kenakan menantunya merosot kebawah, memperlihatkan ketelanjangan menantunya. Sealim-alimnya KH Hasan, tetap saja ia seorang pria normal yang sudah lama menduda.

Dada KH Hasan Bergemuruh, detak jantungnya berpacu semakin cepat membuat aliran darahnya memanas.

Kartika sangat panik, ia berusaha menutupi ketelanjangannya, tapi gagal. Sementara KH Hasan malah diam membisu menatap tubuh telanjang menantunya.

Ia memandangi buah dada Kartika yang salah satunya terekspose jelas karena tidak terhalang oleh tubuh si kecil. Ukurannya cukup besar seukuran pepaya matang, berbanding ke balik dengan ukuran putingnya yang mungil berwarna merah muda. Mata tua KH Hasan turun kebawah menuju bukit kecil yang terlihat sangat indah.

Rambut kemaluan Kartika yang tampak lurus menutupi pubik kemaluannya yang mengembung.

"Astaghfirullah... Astaghfirullah... Astaghfirullah..." Panik Kartika kebingungan.

Berbeda dengan KH Hasan yang tampak menikmati keindahan tubuh menantu kesayangannya itu. "Sempurna." Gumam hati kecil KH Hasan.

Dengan raut wajah merona merah karena sadar sedang di perhatikan mertuanya. Kartika bergegas pergi meninggalkan KH Hasan, meninggalkan kainnya yang tergeletak di lantai yang tidak jauh dari posisi KH Hasan saat ini. Saat Kartika melewatinya, KH Hasan ikut memutar tubuhnya menatap bongkahan pantat montok Kartika yang putih mulus.

Braak... (Suara pintu ditutup)

"Astaghfirullah... Ya Tuhan!" Lirih KH Hasan

Ia mengusap-usap wajahnya yang tampak berkeringat tegang, sungguh ia merasa bersalah dan berdosa atas apa yang ia lakukan barusan. Seharusnya ia bisa menjaga matanya dari tubuh menantunya.

KH Hasan mengambil segelas air untuk menenangkan dirinya yang masih terasa tegang.

"Astaghfirullah..." Gumamnya lagi.

*****

Satu jam sebelumnya...

Laras tengah berdiri di bawah pancuran shower kamar mandinya. Membasuh sekujur tubuhnya yang baru saja di nikmati oleh keponakannya sendiri. Tak terasa air matanya jatuh membasahi kedua pipinya.

Sungguh ia tidak menyangkah kalau nasibnya akan berada di bawah kendali keponakannya sendiri. Bermula dari kebaikan Daniel yang ia pikir tulus, hingga akhirnya ia di perkosa, lalu di ancam akan menyebarkan video hubungan terlarang mereka kepada KH Umar, yang membuatnya mati ketakutan, bukannya ia takut di benci KH Umar, tapi melainkan ia takut kalau nanti Suaminya mendadak terkena serangan jantung kalau melihat video tersebut, seperti yang di alami salah satu saudara KH Umar. Dan akhirnya ketidak berdayaannya membuat kedua anaknya ikut menjadi korban kebiadaban Daniel.

Ya...
Bermula dari rekaman cctv yang di pasang Daniel di seluruh ruangan rumahnya tanpa sepengetahuan dirinya, sehingga Daniel bisa melihat aktivitas semua orang yang ada di dalam rumah mereka.

Di mana untuk pertama kalinya Daniel mendapatkan ide untuk menyiksa Azril setelah melihat Laras memukuli Azril ketika anak itu pulang dalam keadaan babak belur. Daniel melihat kalau Laras menikmatinya, begitu juga dengan Azril. Semenjak saat itu Daniel meminta Laras untuk terus melakukan siksaan-siksaan yang menjurus kearah penyimpangan seksual kepada Azril, yang ia ketahui kalau ternyata Laras maupun Azril memiliki fetis yang saling berhubungan satu sama lainnya, yang terpendam jauh di dalam diri mereka. Dan Daniel dengan perlahan berhasil membangunkan sisi liar Laras dan Azril.

"Maafkan Umi Nak, maafkan Umi." Laras terisak mengingat perbuatannya.

Jujur Laras sering menangis setiap kali sehabis ia menyiksa Azril. Ia menyesali perbuatannya karena membuat mental Azril menjadi rusak karena perbuatannya.

Tapi Laras juga tidak memungkiri, kalau ucapan Daniel tentang dirinya memang benar. Ia selalu menikmati setiap kali menyiksa Azril, ia merasakan sensasi yang tidak ia dapatkan dari Suaminya dan juga Daniel. Sehingga tidak heran, kalau dirinya sering kali berlebihan ketika sedang menyiksa putra kesayangan itu.

Di sudut kamar mandi, Laras bersimpuh dengan berurai air mata. Bibirnya tak henti-hentinya mengucap kata maaf. Ia merasa berdosa dan bersalah kepada mendiang Ibu kandung Azril yang telah menitipkan anaknya ke pada dirinya.

EPS :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25