javascript hit counter

Ternodanya Seorang Akhwat

EPS :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Chapter 24 : Serigala Lain




Nurul






"Huuuuuuuuuuufffttttttt..."

Beberapa kali Nurul menghembuskan nafas berat berusaha untuk menenangkan amarahnya yang sedikit menggebu-gebu ingin meledak. Saat ini Nurul tengah duduk santai di bagian teras masjid usai menghadiri kajian yang rutin diikutinya. Setiap malam jumat, di masjid perumahan tempat Nurul tinggal memang selalu diadakan pengajian yang diikuti oleh para warga komplek. Dan Nurul sendiri sudah menjadi bagian dari pengajian tersebut semenjak dirinya pertama kali menginjakkan kaki di daerah ini 6 tahun yang lalu. Jadi tidak mengherankan kalau sosoknya cukup dikenali oleh para warga disekitar.

Namun pengajian sekarang rasanya sungguh sangat berbeda dari pengajian-pengajian sebelumnya, beberapa orang malah terlihat justru lebih antusias kepada sosok Nurul ketimbang topik pembicaraan yang dibicarakan oleh Sang Ustadz. Terutama bagi ibu-ibu yang suka menggunjingkan kehidupan Nurul. Bagaimana tidak, ini adalah pertama kalinya Nurul hadir di pengajian usai kejadian naas yang menimpanya beberapa minggu yang lalu.

Bukan hanya itu, rumor-rumor tentang kemandulan Nurul juga masih santer terdengar berputar-putar dalam pembicaraan para warga yang semakin hari semakin tidak enak didengar. Tak terkecuali saat dirinya mengikuti pengajian tadi, beberapa orang terdengar berbisik-bisik dibelakangnya seperti suara lebah yang terus mendengung-dengung.

Bahkan orang yang sebelumnya tak pernah dikenal Nurulpun, mendadak tiba-tiba menyapa dan bertanya tentang keadaan Nurul seolah-olah mereka sedang khawatir, namun Nurul tau kalau sebenarnya mereka hanya berusaha memenuhi rasa penasaran mereka sendiri sambil mencoba menggali informasi untuk kemudian jadi bahan pergunjingan bersama-sama.

Cukup miris memang, tapi itulah fakta yang terjadi saat ini terhadap Nurul. Kemana-mana dirinya mulai merasa risih dengan pertanyaan dan tatapan orang-orang yang melihatnya sebagai suatu objek pemberitaan. Padahal Nurul bukanlah seorang artis ataupun seorang public figure. Dirinya hanyalah seorang wanita biasa yang tertimpa sebuah musibah naas. Tapi sayang bukan simpati yang dia dapatkan, namun justru sebuah topik pergosipan.

"Gak usah terlalu dipikirin Mbak!! namanya juga ibu-ibu" sapa sebuah suara lelaki dari belakang Nurul.

Sontak Nurul menolehkan kepalanya dan mendapati laki-laki yang menyapanya tersebut adalah pria bernama Yewen, seorang polisi yang juga menjadi orang yang membantu Pak Sukani dalam menangkap Pak Primus pada malam perkosaan keji waktu itu. Seingat Nurul, Yewen juga sering mengikuti kajian bersama di masjid komplek meskipun kadang suka hadir kadang tidak.

"Iya Bang! Saya gak mikirin itu kok" balas Nurul berbohong. Dia berpikir tidak ada gunanya bercerita kepada orang yang tidak terlalu dikenalnya, apalagi jika orang tersebut adalah laki-laki.

Lalu Yewen terkekeh, "Gak mikirin tapi kok cemberut gitu?"

DEEGGHHH!! tepat sasaran. Perkataan pria berkulit hitam itu berhasil membuat Nurul tak bergeming.

"Yah! Dikit doang sih" kecut Nurul tersenyum jujur.

Nurul kemudian sedikit beranjak saat Yewen duduk disampingnya, "Semua ini pasti ada hikmah tersembunyinya kok Mbak!" ucap Yewen mencoba mendekati Nurul dengan santai.

"Saya tau bang! makanya lagi nyoba sabar" balas Nurul mengangguk.

"..." Keduanyapun terdiam cukup lama.

"Saya dulu juga begitu" Yewen memulai pembicaraan kembali.

Memancing sedikit rasa penasaran dari Nurul, "Maksud abang??"

"Dulu waktu saya bercerai dan pindah keyakinan, saya juga jadi bahan pembicaraan banyak orang" balas Yewen bercerita.

"Bang Yewen mualaf??" kaget Nurul menatap pria disampingnya tersebut.

Yewen lalu mengangguk tertawa melihat ekspresi Nurul, "Iya Mbak! Mbak Nurul gak tau??"

"Enggak sama sekali!! Saya pikir Bang Yewen udah muslim dari dulu!" balas Nurul tidak percaya.

"Hahaha. Enggak Mbak!! saya baru 8 tahun jadi mualaf" ucap Yewen tertawa.

Dalam hatinya Yewen merasa begitu senang karena dia tidak salah menilai akhlak seorang wanita seperti Nurul. Sejak pertama kali dia melihat sosok cantik yang terbalut pakaian Syar'i sehari-hari tersebut, Yewen tau kalau wanita seperti Nurul inilah yang dia inginkan untuk menjadi pendamping disisa-sisa hidupnya nanti. Karena itulah dia menjadi sedikit terobsesi untuk mendapatkan Nurul meski kenyataan dia juga sudah memiliki suami.

Bahkan Yewen tak bisa menampik rasa berbunga-bunga yang bermekaran dalam hatinya ketika Nurul mengatakan kalau dia tak sadar sama sekali dengan kondisi Yewen yang seorang mualaf. Itu berarti Nurul tidak pernah memandang Yewen melalui penampilannya, tapi justru berdasarkan pikiran positifnya terhadap Yewen. Hal yang juga sangat membuat Yewen senang karena sekarang dia tau bagaimana pendapat Nurul terhadap dirinya yang hina ini.

"Trus Istri Abang??" tiba-tiba Nurul jadi sedikit penasaran.

"Istri saya tetap sama keyakinannya Mbak. Makanya dia minta cerai sama saya" balas Yewen tersenyum kecut.

"Kok begitu??"

"Iyalah. dia gak mau nerima saya berpindah keyakinan. Jadi mau gak mau kita harus pisah" ungkap Yewen bercerita kebenaran tentang masa lalunya. Hanya saja dia ingin memanfaatkan kisah pilunya tersebut untuk semakin menarik perhatian Nurul.

"Bener juga sih! gak ada orang yang mau berbeda dari keluarga mereka sendiri" angguk Nurul sedikit paham. Nurul tahu bagaimana rasanya karena dia juga mengalami hal yang sama dengan ibunya.

Yewen ikut mengangguk, "Saya denger, Ibunya Mbak Nurul pindah keyakinan juga??"

DEEGH!! lagi-lagi Nurul terkejut, "A--abang tau darimana??" Nurul balik bertanya.

"Mbak taulah, rumor tentang Mbak Nurul kan beredar diwarga" balas singkat Yewen.

"Iya! tapi saya tidak pernah ngomongin masalah ibu saya. Mereka tau darimana???"

Yewen mengangkat bahunya, "Saya juga gak tau Mbak. saya hanya kebetulan dengar" balas Yewen tidak berbohong. Dia memang mendengar desas desus kabar tentang ibu Nurul yang berpindah keyakinan dari para warga sekitar usai kejadian Nurul diperkosa. Tapi siapa, bagaimana, dan apa maksud dari penyebaran rumor tersebut, Yewen tidak tau sama sekali.

Bahkan awalnya Yewen tidak percaya dan menganggap itu adalah rumor-rumor palsu saja, sebab tidak mungkin ibu dari seorang akhwat alim seperti Nurul malah memilih berpindah keyakinan. Rasanya amat sangat tidak mungkin itu terjadi. Tapi semakin kesini rumor itupun semakin kuat manakala ada beberapa orang yang mengaku melihat langsung sosok ibu Nurul itu sendiri.

"Hebat banget ya mereka" geleng Nurul tersenyum kecut tidak percaya. Bahkan fakta yang tak pernah diberitahukannya kepada orang-orang pun sekarang sudah beredas begitu luas entah darimana sumbernya.

"Gausah dipikirin Mbak! nanti juga bakal ilang sendiri kok" ucap Yewen menenangkan hati Nurul.

Dan Untungnya ucapan tersebut dapat sedikit menghibur hati Nurul. Kalau tidak, tangisnya mungkin akan pecah disini dan saat ini juga, "Makasih Bang" balas Nurul tersenyum.

"Yaudah, mending kita balik Mbak!! Mbak mau bareng gak??" tawar Yewen yang sudah menunggu-nunggu kesempatan emas ini sedari tadi.

Tapi tentu saja Nurul menolaknya dengan halus, "Duluan aja Bang! saya masih pengen disini" jawab Nurul sedikit menunduk.

"Loh?? udah mau setengah sebelas loh Mbak! Mbak gak takut pulang sendirian?? jalan kaki lagi" Yewen bersikukuh.

"Gak enak Bang sama warga, nanti timbul fintah yang tidak-tidak" Ucap Nurul beralasan.

Tapi Yewen tak menyerah disitu saja, "Ahh!! Paling warga juga udah pada molor Mbak!" balasnya.

Nurul diam sejenak berpikir tentang keadaan sekitar yang juga sudah agak semakin larut sedangkan dia harus berjalan selama 15 menitan untuk mencapai rumah. Tiba-tiba bulu kuduknya sedikit merinding karena letak masjid ini juga berada komplek paling ujung, sehingga jalanannya masih lumayan sepi dan ada lapangan bola yang harus dilintasinya juga.

"Be--beneran nih gapapa Bang??" tanya Nurul menyerah.

Yewen kemudian mengangguk, "Iya! daripada Mbak jalan ya kan??" balasnya seolah-olah tak ada pilihan lain.

Akhirnya dengan sedikit pertimbangan yang cukup panjang, Nurulpun mengangguk memutuskan untuk menerima tawaran Yewen tersebut. Sebuah senyum sumringah langsung terpancar di wajah laki-laki itu ketika sang bidadari akhirnya mau diantar pulang olehnya. Lagipula arah rumah mereka searah dan tak ada alasan bagi Nurul untuk menolak ajakannya tersebut.

"Pegangan Mbak!" Ucap Yewen begitu senang, Ia harus bisa memanfaatkan momen ini sebaik mungkin.

Motor RX-King birunya pun nampak mengerti suasana hati sipemiliknya yang bahagia, sehingga dalam satu kali engkolan saja, motor itu sudah menderu hebat bak banteng yang siap pergi berperang, suaranya yang begitu nyaring dan asapnya yang banyak, tampak sedikit kontras dengan seorang bidadari cantik yang duduk di bagian jok belakangnya. Dan dalam hitungan detik, motor itupun melajur mantap dengan kecepatan sedang.

"Bang Yewen gak pengen nikah lagi??" tanya Nurul mencoba memecah keheningan diantara mereka. Diatas motor tersebut, Nurul harus sedikit berteriak agar suaranya tak kalah dari suara knalpot.

"Pengen sih Mbak! tapi belum ketemu yang cocok. Plus, siapa yang mau sama saya yang seperti ini" balas Yewen merendah.

Nurul kemudian memajukan kepalanya ke pundak kiri Yewen, membuat harum parfum mawar dan wangi tubuhnya langsung tercium oleh hidung pria itu, "Emangnya Bang Yewen kenapa?? Bang Yewen baik, mapan dan punya pekerjaan yang menjanjikan. Trus rajin ibadah juga" Ucap Nurul mengutarakan pendapatnya.

"Hahaha. Tapi kan gak semua orang berpikiran kayak Mbak!! Lagipula saya masih banyak kurangnya" Yewen begitu senang namun masih berusaha merendah.

"Gak ada manusia yang sempurna kok Bang!" balas Nurul tersenyum. Lalu dia kembali menjauhkan kepalanya dari pundak Yewen.

Dalam hati Nurul begitu salut pada sosok yang tengah memboncengnya ini karena begitu ramah dan rendah hati. Nurul yakin kalau diluar sana pasti banyak yang ingin menjadi istri dari seorang Yewen. Apalagi jaman sekarang pasti banyak perempuan yang tergiur dengan sebuah jabatan ataupun pangkat seseorang seperti Yewen ini. Bahkan dalam beritapun, banyak sekali kasus-kasus perempuan yang tertipu oleh pria yang mengaku sebagai oknum berseragam.

"Mungkin memang belum ketemu jodohnya aja kali Mbak!" balas Yewen tersenyum.

"Emang tipe cewek Bang Yewen kayak gimana??" tanya Nurul nampak penasaran. Cukup nyaman pula dirinya berbicara dengan sosok Yewen yang terdengar begitu lembut dan baik ini.

"Ah! saya mah gak pake tipe-tipe segala Mbak! yang penting perempuan, seiman dan mau sama saya" jawab Yewen sederhana.

Namun tampaknya Nurul tak puas dengan jawaban tersebut, "Semua orang juga pasti maunya begitu Bang!! maksud saya yang agak spesifik gitu, kayak wajahnya harus begini, kulitnya harus begitu, rambutnya harus yang begini, sikapnya harus yang begitu" Nurul terdengar sangat cerewet.

Membuat Yewen tak dapat menahan dirinya untuk tidak tertawa, "Dih! malah ngakak" protes Nurul tidak terima.

"Abisnya saya kira Mbak Nurul itu orangnya pendiam dan gak bisa cerewet kayak gini" Yewen masih tak berhenti tertawa.

"Masa' sih?? padahal saya orangnya bawel loh! mungkin karena Abang kurang kenal aja kali" Balas Nurul.

Lalu dia melanjutkan bertanya topik sebelumnya, "Trus gimana nih tipenya Abang?? jawab dong!" desak Nurul yang entah kenapa dia masih saja penasaran.

"Ya kalau bisa sih orangnya baik, berhijab, murah senyum, dan rambutnya panjang" jawab Yewen.

"Kayak saya dong berarti??" Entah kenapa Nurul merasa sedikit kepedean dan ingin dimaasukkan dalam kategori tipe wanita Yewen.

"Emang Mbak Nurul rambutnya panjang??" tanya Yewen memancing.

Lalu Nurul mengangguk, "Iya, rambut saya penjangnya hampir sepinggang loh!" balasnya.

"Berarti Mbak Nurul adalah tipe saya" Ucap Yewen dengan mantap.

Dibelakangnya, Nurul mengulum senyum tampak sangat senang dengan ucapan yang keluar dari mulut Pria tersebut. Rasanya baru kali ini ada pria yang mengaku kepada Nurul kalau Nurul lah sosok wanita idaman bagi mereka. Sedikit rasa bangga tentu saja telah membumbungkan rasa diri Nurul melayang tinggi yang lagi-lagi entah kenapa begitu senang dipuji-puji oleh pria lain selain suaminya.

"Tapi sayang saya udah punya suami Bang!! hihihihi" Ucap Nurul mengutarakan fakta.

Namun jawaban tak terduga justru datang dari Yewen, "Jaman sekarang istri orang pun bisa jadi milik kita kok Mbak!! sing penting yakin kalau kata orang! hehehehehe"

"Iihh.. Bang Yewen nakal! Bang Yewen mau rebut saya dari suami saya gitu??" cubit Nurul pada pinggang pria itu.

"Tergantung!" balas Yewen makin berkobar.

"Tergantung apanya?"

"Tergantung orangnya lah. Kalau orangnya mau direbut ya bakalan saya rebut" tukas Yewen semakin berani.

Pembicaraan mereka semakin lama terdengar semakin mengarah-ngarah tanpa Nurul sadari, beruntung saja akhirnya mereka sudah sampai di rumah Nurul sehingga topik itupun harus berhenti sampai disana. Nurul lagi-lagi mengutuk dirinya yang tak dapat menahan diri dalam berbicara dengan lawan jenisnya tersebut. Akhir-akhir ini dia terlalu sering menuruti kata hatinya tanpa berpikir terlalu panjang akibat dan dampaknya.

"Suami Mbak udah pulang??" tanya Yewen sedikit terheran ketika mereka memasuki perkarangan rumah Nurul.

Nurulpun menoleh kedepan dan mendapati kalau pintu rumahnya terbuka, "Belum Bang" jawabnya sedikit khawatir.

"Trus siapa dirumah??" tanya Yewen heran dan curiga. Cepat-cepat dia mematikan mesin motornya.

"Gak tau" geleng Nurul cemas.

Beruntung disana ada Yewen yang langsung turun dari atas motornya dan berjalan pelan mendekati pintu rumah Nurul yang terbuka lebar begitu saja. Dalam hati, Yewen sudah siap menangkap orang bejat macam apa yang tengah mengotak-atik rumah wanita idamannya tersebut. Dan ini merupakan kesempatan emasnya pula untuk menjadi pahlawan bagi Nurul sekali lagi.

Tapi begitu sampai di pintu rumah, Yewen malah terkejut ketika sosok Pak Sukani dengan santai keluar dari dalam rumah Nurul, "Baru pulang Dik??" tanya Pak Sukani datar.

"Astagfirullah!! Pak Sukani!!" teriak Nurul yang marah sekaligus lega kalau ternyata yang ada di rumahnya tersebut hanyalah Pak Sukani, bukan seorang pencuri maupun orang yang bermaksud jahat.

Tapi ketika melihat pria tua yang menghilang jejak beberapa hari itupun juga mau tak mau membuat Nurul sedikit kesal melihatnya. Disaat dia butuh dan merindukan sosok pria tua itu, Pak Sukani malah menghilang entah kemana, namun sekarang dia tiba-tiba muncul dengan senyum busuk yang tampak seperti ada maunya tersebut.

"Kaget ya?? hehehee" Kekeh Pak Sukani.

Namun sekarang giliran Yewen yang bertanya, "Bapak ngapain disini??" ucapnya dengan nada yang dibuat sedikit ketus.

"Saya tinggal disini" kerling Pak Sukani menggoda Yewen yang tampak sedikit emosi. Nampak jelas raut ketidaksukaan pria tua itu terpancar dari wajahnya ketika menatap Pak Sukani.

"Saya lagi tidak bercanda Pak!" tegasnya sedikit lantang.

Tapi justru Nurul yang menjawab, "Gapapa Bang! Pak Sukani emang kadang suka kesini buat jagain saya" ucap Nurul sambil tersenyum.

"Tuh! denger kan??" ledek Pak Sukani berlalu masuk kedalam rumah tanpa mempedulikan Yewen yang tampak seperti tidak terima.

Yewen lalu mengarahkan pandangannya pada Nurul seolah meminta penjelasan, "Kok dia bisa masuk ke rumah Mbak Nurul?" tanya Yewen yang heran.

"Pak Sukani punya kunci serepnya Bang"

DEEGGHH!! Yewen langsung tercekat diam. Dia tidak mengerti kenapa seorang Sukani bisa mempunyai akses penuh ke rumah Nurul padahal dia bukanlah siapa-siapa. Pria tua itu bahkan bersantai ria di dalam rumah Nurul seolah-olah itu adalah rumahnya sendiri, yang berarti ini bukanlah untuk pertama kalinya melainkan sebuah kebiasaan rutin. Lalu apakah Pak Sukani benar-benar menginap disini??? bersama Nurul??? Yewen sangat bingung dengan situasi saat ini.

Beruntung Nurul menangkap raut wajah bingung Yewen secara cepat, "Ini permintaan dari Mas Haris Bang! Dia minta tolong sama Pak Sukani buat jagain saya. Makanya di kasih kunci rumah" ucap Nurul mencoba menjelaskan. Takut ada suatu kesalahpahaman nantinya.

"Ma--mas Haris sendiri yang ngasih??" Yewen masih tidak percaya. Suami bodoh macam apa yang membiarkan istrinya tinggal bersama laki-laki lain seorang diri.

Namun Nurul mengangguk menjawab, "Iya Bang! ini udah seizin Mas Haris kok" balasnya sambil tersenyum.

Masih begitu banyak rasanya pertanyaan yang ada dalam benak Yewen saat ini walau sudah diberi penjelasan yang cukup masuk akal. Akan tetapi setelah melihat sikap Nurul yang mulai tidak nyaman diberi banyak pertanyaan, Yewen pun sadar kalau dia sudah terlalu mencampuri ranah privasi Nurul yang padahal baru hari ini mulai akrab dan berbicara langsung kepadanya.

"Yasudah kalau begitu Mbak! Saya boleh minta nomor WA nya Mbak Nurul gak??" Ucap Yewen mengeluarkan smartphone miliknya.

Nurulpun tersenyum sumringah meraih smartphone tersebut, "Boleh Bang" balasnya singkat. Lalu dengan cepat dia mengetikkan nomor telponnya.

Tak lama kemudian, Yewenpun akhirnya pergi berpamitan pulang setelah mereka saling bertukar nomor. Dalam hati Nurul sedikit merasa khawatir dengan raut wajah Yewen yang tampak masih heran serta butuh banyak penjelesan tentang adanya Pak Sukani di rumahnya. Nurul berharap Yewen tak terlalu salah paham tentang keadaannya tersebut sehingga nanti tidak ada gosip yang tersebar nantinya.

"Huuuuufffftttttttt" hela Nurul membuang nafasnya. Satu masalah mungkin sudah berlalu, namun saat ini ada masalah yang jauh lebih besar menanti Nurul di dalam rumahnya. Tiba-tiba dia menjadi sedikit marah kepada Pak Sukani yang bersikap seperti acuh tak acuh di depan orang lain sehingga bisa saja menimbulkan fitnah yang tidak-tidak.

Begitu Nurul masuk, Pak Sukani nampak sudah menanti disofa ruang tamu, "Pulang dari pengajian Dik?" tanya Pria tua itu.

"Iya Mas!" balas Nurul singkat. Entah kenapa marahnya langsung meluap hilang ketika dia menatap Pria tua itu. Nurul tiba-tiba ingin menghindar dan masuk ke dalam kamarnya.

Namun Pak Sukani ternyata mengikuti, "Kok menghindar gitu?" tanyanya heran.

"Gapapa" balas Nurul singkat. Dia berjalan kedepan lemari kamarnya untuk berganti pakaian. Jantung Nurul tiba-tiba berdegub tidak karuan tidak tau apa yang harus dia perbuat karena situasinya saat ini agak terlalu canggung.

"Aku kangen sama kamu Dik!" rayu Pak Sukani mendekat memeluk tubuh Nurul dari belakang.

Tidak ada pemberontakan sama sekali oleh Nurul karena dia juga merasakan hal yang sama dengan pria tua itu, "Kalau kangen kenapa ngilang!" ketus Nurul tidak terima.

"Aku sedikit sibuk. hehehehe" kekeh Pak Sukani.

"Yaudah sana!! sibuk aja terus! ngapain kesini!!" protes Nurul melepaskan pangkuan lelaki tua itu pada tubuhnya. Lalu dia membuka lemari.

Pak Sukani semakin terkekeh melihat Nurul cemberut sambil kemudian beranjak naik keatas ranjang, "Kamu gak kangen sama aku??" goda Pak Sukani membuka seluruh pakaiannya langsung bertelanjang bulat. Tapi Nurul tidak sadar karena dia sedang menghadap ke lemari mencari baju tidurnya dan berposisi membelakangi Pak Sukani.

"Aku nggak kangen sama sekali!" balas Nurul berbohong.

Tapi Pak Sukani sekan tau hal tersebut sehingga dia makin ingin menggoda Nurul, "Yakin nih??"

"Yakin bange-- Astagfirullah!!! Mas Sukani!!!!" teriak Nurul terlonjak kaget ketika dia membalik badan. Cepat-cepat dia menutup matanya dengan keduatangan ketika dia melihat Pak Sukani berbugil ria diatas ranjangnya.

"Hehehe. kenapa Dik??" Pak Sukani pura-pura polos.

"Iiiiihhh!! Mas ngapain telanjang!!" protes Nurul tidak suka. Namun jantungnya berdegub-degub sangat kencang sekali menyaksikan tubuh telanjang pria yang sudah pernah menggagahinya itu kini berada didepannya lagi.

Pak Sukani pun gemas dengan reaksi Nurul, "Mau ena-ena sama kamu Dik!" balasnya semakin frontal bercanda memegangi penis miliknya sambil menggoyang-goyangkan benda lembek tersebut berputar-putar.

"Gak mau!! Mas mesuuum!!" Ucap Nurul kembali membalik badannya. Nurul mencoba mengatur nafasnya yang sesak dan terasa panas karena digoda secara mesum seperti itu oleh Pak Sukani. Dia yang harusnya marah kepada pria tua, justru malah menjadi tersipu malu tidak karuan.

Sesuatu memang sudah berubah dari dalam diri Nurul secara utuh. Rasanya sudah tidak ada lagi rasa sungkan maupun malu dalam dirinya ketika berhadapan dengan Pak Sukani yang tiba-tiba saja berubah menjadi pria tua nan sangat mesum. Ibarat sebuah durian, Nurul merasa kini dirinya sudah berhasil dibelah oleh Pak Sukani dibagian kulitnya yang tajam sehingga yang tersisa kini hanyalah isi lembutnya saja. Lagipula Nurul tau kalau cepat atau lambat dia akan mengulangi perbuatan maksiatnya tersebut bersama Pak Sukani.

"Gak usah ganti baju sayang!! nanti kamu juga gak bakalan pakai kok" Pak Sukani dari belakangnya terus menggoda dengan mesum.

Namun anehnya Nurul malah merasa senang digoda seperti ini oleh pria tua itu. Nurul merasakan dirinya bergairah saat kata demi kata Pak Sukani yang terkesan vulgar memancing itu masuk kedalam telinganya. Seolah-olah Nurul ingin sekali digoda dan dipancing-pancing sedemikian rupa oleh seorang lelaki yang bukan suaminya sendiri untuk berbuat maksiat.

Oleh karena dorongan tersebut, perlahan Nurul pun meraih punggungnya dimana terdapat resleting dari baju gamis yang sedang dipakainya sambil kemudian menarik benda tersebut turun kebawah. Dalam hitungan detik, baju gamis berwarna hitam polos itupun akhirnya melorot jatuh kebawah badan Nurul dalam gerakan yang sangat lambat. Menampakkan sekali lagi aset badannya yang begitu suci dihadapan pria yang sebentar lagi akan menikmati keindahan tubuhnya tersebut sekali lagi.

"Nah gitu dong nurut. hehehehe" kekeh Pak Sukani yang terlihat senang dengan kepasrahan dan kerelaan Nurul.

Tak jauh dari arah Pak Sukani dan Nurul, sepasang buah mata tengah terbelalak hebat mengintip dibagian ventilasi jendela kamar tersebut. Orang itu amat sangat-sangat tidak percaya dengan apa yang dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Perempuan yang begitu dia puja-puja akan kealimannya, dia kagumi akan akhlak dan tutur katanya, dia harapkan suatu saat akan menjadi miliknya, kini malah tengah berbuat maksiat dengan pria tua yang berbeda status serta kedudukan dengannya.

Dan orang itu adalah Yewen. Pria yang berharap banyak untuk dapat menjadikan seorang akhwat alim seperti Nurul menjadi miliknya secara utuh. Namun kebenaran yang ada di depan matanya, tentu sajalah sangat membuat seorang Yewen shock dan begitu terpukul. Tak percaya mutiara yang dia idam-idamkan selama ini, ternyata telah terkotori lebih dulu oleh tangan-tangan jahil manusia laknat seperti Pak Sukani.

Bahkan dari gesturnya juga, tampak sekali mereka sudah seperti terbiasa melakukan tindak penyelewengan seperti ini karena Nurul tampak tidak ragu sama sekali memperlihatkan tubuhnya didepan Pak Sukani dan membuka bajunya secara sukarela. Dan sebaliknya Pak Sukanipun juga tampak begitu santai mempertontonkan kelamin jantannya kepada Nurul yang saat ini masih menggunakan hijab dan sebuah cadar itu.

"Sukani Bajingan!" umpat Yewen begitu marah.

EPS :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26