javascript hit counter

Penunggang Liya Seorang Ibu Muda

EPS :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Chapter 5 : Tak Sampai Juga




Liya






Usai kejadian di pos ronda waktu itu, kehidupan sehari-hariku tak berubah banyak. Tiga hari berlalu secara normal seperti biasanya, sampai dimana pada hari ini sebuah rumor beredar luas di komplek perumahan tempatku tinggal.

Rumor tersebut mengatakan bahwa ada sepasang muda mudi yang melakukan kegiatan mesum di pos ronda pada pagi hari. Untungnya sampai saat ini belum ada kejelasan tentang kapan dan siapa identitas muda-mudi yang disebutkan itu.

Hanya saja, rumor tersebut seolah kebetulan mengarah kepadaku dan Mang Dedi. Sehingga mau tak mau akupun mulai merasa khawatir tentang hal tersebut. Namun meskipun begitu, aku tak mau menjadi munafik dengan mengatakan kalau aku ingin menghentikan hubunganku dengan si penjual sayur langganan ku itu.

Barangkali aku mabuk. Atau memang aku hanyut dalam rasa tabu yang membuatku terus terlena sampai aku tak merasa menyesal lagi mengkhianati kepercayaan suamiku. Bahkan pelan-pelan aku mulai berani mengatakan rindu secara terang-terangan kepada laki-laki itu.

Selama tiga hari ini pula, kedekatanku dengan Mang Dedi sebenarnya semakin terjalin kuat satu sama lain usai perbuatan "gila" kami tempo hari. Seperti malam ini saja, disebelah suamiku yang sedang rebahan aku tetap saling bertukar pesan dengan Mang Dedi.

"Menurut Umi, siapa kira-kira??" celetuk suamiku menyela lamunanku.

"Siapa apanya Bi?" tanyaku heran.

"Yang mesum di pos ronda" jawab suamiku.

Hampir saja aku tersedak, "Ah bukan urusan kita itu Bi!" balasku tak mau membahas topik tersebut.

"Emangnya Umi gak penasaran??" tanya suamiku lagi.

Aku menggeleng, "Engga Bi! Lagian Abi ngapain ikut ngegosip kayak ibu-ibu komplek" ledekku padanya.

"Ya penasaran aja gitu Mi! Masa begituan di pos ronda" kata suamiku.

"Emangnya kenapa kalau di pos ronda Bi??"

Suamiku berbalik, "Aneh aja, kayak gak ada tempat lain" balasnya dengan santai.

Namun dalam hati aku merasa sedikit tersinggung dengan ucapannya tersebut. Karena apa yang dikatakan suamiku secara kebetulan seolah-olah seperti menyindirku.

"Biarin aja kali Bi! Itu kan terserah mereka" ucapku melakukan pembelaan.

"Iya sih. Tapi bukannya itu terlalu nekat?? Kalau misalnya itu Abi, Abi pasti bakal nyari tempat yang lebih aman"

Aku menatap tak percaya pada suamiku, "Ya mungkin saja mereka belum berani berbuat sejauh itu Bi" ucapku berbicara seolah-olah itu memanglah aku.

"Berarti mereka pasangan selingkuh kali ya Mi??"

DEGHHH!! Jantungku seperti ditikam oleh sebuah benda tumpul saat mendengar pernyataan dari suamiku tersebut. Entah kenapa rasanya seperti benar-benar menyindiriku yang memang sudah berbuat curang di belakang suamiku sendiri.

"Kok diam Mi??" tanya Suamiku sekali lagi.

Aku merasa tergugup tiba-tiba, "Eh.. Anu... Gapapa Bi!" balasku salah tingkah. "Jadi Abi mau selingkuh nih ceritanya??" lanjutku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Dih. Bukanlah Mi!! itu kan seandainya" bela suamiku tertawa terbahak-bahak.

Kamipun mulai berbicara untuk menghabiskan waktu sebelum tidur dengan bercanda satu sama lain. Di momen seperti ini, rasanya aku benar-benar diliputi rasa bersalah yang mendalam. Tapi disisi lain, aku sungguh tak bisa menghentikan "kegilaan"ku bersama Mang Dedi dengan cara apa pun.

Apalagi kalau dipikir-pikir, aku tidak pernah berselingkuh sampai naik ranjang, hanya saling pegang dan cium saja. Tak ada bagian intimku yang telah cemar. Tak ada tubuhku yang telah tak setia. Semua masih terjaga, masih menjadi milik suamiku seutuhnya.

Aku tahu ini salah dan berbahaya. Tapi mau bagaimana lagi, inilah sisi lainku yang baru saja aku kenali dan tak bisa kukendalikan, yang kadang membuatku merasa utuh dan berharga sekali lagi sebagai seorang wanita normal kebanyakan.

"Mi!" Ucap suamiku memanggil.

"Kenapa Bi??" tanyaku.

Suamiku tersenyum, "Bikin adek buat Tasha yuk!!" ucapnya mendekat kearahku.

"Tapi jangan berisik Bi! Nanti Tashanya bangun" balasku menunjuk kasur kecil disebelah kami tempat anakku tertidur pulas.

Suamikupun menggangguk tersenyum sumringah sambil langsung memelukku kedalam dekapannya. Aku dipeluk dan dicium dengan begitu nafsu seperti orang yang sedang kesetanan. Tiap kali bercinta, suamiku memang adalah tipe orang yang tidak pernah sabaran dan selalu terburu-buru untuk segera menuntaskan birahinya.

"Pelan-pelan Abi!!" protesku saat suamiku meremas buah dadaku dengan kuat.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk pemanasan, suamiku dengan cepat melucuti pakaiannya sendiri dan juga ikut menelanjangiku. Setiap malam, akupun biasanya tidur menggunakan daster yang tipis serta selalu tanpa memakai BH.

Jadi dalam sekali gerakan, dasterku sudah berhasil dia tanggalkan melewati kepalaku. "Umi seksi banget deh" Ucap suamiku sebelum akhirnya dia menciumku.

Akupun meladeni ciuman suami tercintaku tersebut dengan sepenuh hati. Walau rasanya memang tak senikmat ketika aku berciuman dengan Mang Dedi, tapi dari suamikupun sebenarnya juga sudah memberikan aku rasa nikmat dan membangkitkan gairah.

"Pelan-pelan Abi ihhh!!" ucapku lagi-lagi memperingatkan suamiku yang terburu-buru.

Beberapa menit lamanya kami berciuman dengan penuh gairah. Lidah kami saling membelit dan saling mengulum satu sama lain seperti tak mau melepas.

Setelah itu, mulut suamiku bergerak segera menuju ke leherku. Dijilatinya sebentar area tersebut sambil tangannya bermain di bagian dadaku. Putingku sebelah kiri di pilin-pilin dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengelus-elus bagian bokongku yang masih terbalut celana dalam.

Sambil mendongakkan kepalaku ke atas, aku mendesah-desah "Yahh.. Bii.. teruushh.. Biiihh!!" desahku pelan menahan nikmat.

Jilatan suamiku beralih dari leher ke belahan buah dadaku dengan pelan hingga membuat bulu kudukku merinding. Satu hal yang membuatku menikmati percintaan suamiku selama ini adalah permainan lidahnya yang cukup membuatku keenakan.

"Ohhh... jilatin susu Umii Bi!!" ucapku tiba-tiba tak sadar.

Suamiku kaget dan langsung menghentikan aksinya, "Tumben Umi" ucapnya keheranan karena selama ini aku tidak pernah berkata-kata vulgar seperti itu ketika bercinta. Anehnya, ada perasaan lega saat aku mengucapkan kata-kata tersebut.

"Udah ih!! lanjutin dong.. Umi udah pengen nih" ucapku dengan nada manja nan menggoda.

Suamikupun tersenyum sumringah sambil berkata, "Abi suka gaya Umi"

Dengan perlahan-lahan, suamiku menarik badanku untuk rebahan dibawahnya sambil dia berada diatas menindihku. Aku yang paham dengan maksudnya tersebut langsung membuka kakiku dan mengangkang siap menerima penetrasinya.

"Ooohhhh......" rasa geli sekaligus nikmat mulai menyeruak dalam dinding vaginaku manakala penis suamiku dengan pelan mulai memasukinya.

Suamiku ikut mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku. Segera dengan satu kali gerakan saja, penis yang berukuran tak terlalu besar itupun telah masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku.

"Ughhh.. mantaappp!!" erang Suamiku mendongakkan kepalanya.

Aku sendiri merasakan kenikmatan. Vaginaku juga terasa basah dan syaraf-syarafku memang terasa sensitif karena dilanda birahi. Namun entah kenapa, aku masih merasa ada sesuatu yang kurang. Suatu pencapaian yang harusnya bisa aku dapatkan dengan bercinta dengan suamiku.

"Aku goyang ya Mi!" erang suamiku dengan badan yang bergetar.

Segera setelahnya, suamikupun mulai menarik pelan pantatnya mundur. Kami berdua melenguh bersamaan, menikmati sensasi gesekan perpaduan alat kelamin masing-masing yang mendatangkan nikmat luar biasa.

Aku berinisiatif memegangang leher suamiku sambil menurunkan mukanya. Lalu tanpa aba-aba kami langsung berciuman saling mengulum dan bermain lidah penuh gairah.

Sengaja ku kalungkan kakiku ke pinggang suamiku sambil mengangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin amblas ke dalam vaginaku.

Walaupun kecil, penis milik suamiku masih terasa keras dan mendatangkan nikmat dalam vaginaku.

"Ooohhyahh... enakk Bi!!... yang kenceeeng atuh... oohhh" pintaku sambil mengerang-ngerang keenakan.

Tanpa sadar aku pun mengimbangi genjotan Suamiku dengan ikut menggoyangkan pantatku.
Suamiku pun bergerak cepat memaju-mundurkan penisnya menusuk-nusuk vaginaku.

Semakin lama gerakan dan pompaan suamiku terasa semakin kencang. Sementara mulutnya tidak henti-henti menciumi pipi, bibir dan buah dadaku secara bergantian.

Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu tiba-tiba saja membuat badanku terasa aneh. Sebab, kenikmatan-kenikmatan yang aku dapatkan dari genjotan suamiku itu, seolah merambat pada satu titik temu.

"Aaahhhh... Abiiiihhh!! Eenaakkkk Bihh.." racauku sangat tidak karuan.

Aku balik membalas ciuman suamiku, sementara pantatku kembali kuputar-putar mengimbangi gerakan penisnya yang tak seperti biasa mampu bertahan cukup lama.

"Ouugghh.. yah begituuhh Mii!! Goyang begituuhh" ceracau suamiku meluapkan kenikmatannya.

Selang tak berapa lama kemudian, suamiku tampak mulai mendengus-dengus semakin cepat. Tangannya sudah tak bergerilya lagi di tubuh melainkan mendekapku erat-erat seperti ingin meremukkan tulang-tulangku.

"Miihhh... Abiii.. mauu... keluarr sayang" bisiknya menahan nikmat.

Disitu aku merasa sangat kecewa, gairahku yang tadi menggebu-gebu itu serasa padam begitu saja. Kenikmatan yang seolah-olah ingin memuncak itupun, harus terpaksa berhenti di tengah jalan.

Padahal aku begitu penasaran, ingin mengetahui seperti apa rasanya jika rasa nikmat itu benar-benar memuncak dan membuncah keluar dari tubuhku. Pastilah begitu nikmat tiada tandingnya.

Akan tetapi aku tak bisa berkata apa-apa. Melihat suamiku yang hampir keluar tersebut, aku hanya bisa menggoyangkan pantatku membantunya.

Kubalas pelukannya dengan tak kalah erat sampai akhirnya tubuh suamiku tersebut bergetar dengan hebatnya.

"Ooooooogghhhhh... enaakkkkhhhh.." geram suamiku seperti seekor harimau yang terluka.

Berbarengan dengan itu, kurasakan sperma suami ku menembak begitu deras ke dalam lubang vaginaku. Suamiku memajukan pantatnya sekuat tenaga, sehingga batang kejantanannya benar-benar menancap sedalam-dalamnya di lubang senggamaku itu.

Aku pun dapat merasakan lubang vaginaku menjadi hangat oleh cairan sperma yang terasa memenuhi setiap rongga yang ada di dalamnya.

Untuk beberapa saat, Suamiku terdiam sambil tetap menindih tubuhku. Keringat kami masih bercucuran membasahi tubuh masing-masing. Setelahnya, suamiku berguling ke sampingku sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah.

"Abi bener-bener puas Mi!! Umi istri hebat yang tak ada duanya" puji suamiku bergelayut manja padaku.

Aku membalas senyumannya meski sedikit aku paksakan, "Dari dulu Umi juga sudah hebat bikin Abi puas terus" balasku bermaksud menyindirnya yang tak pernah memberikanku kepuasan balik.

"Hehehe. Iya Umi sayang.. Kamu bener-bener luar biasa" jawabnya tak peka.

Seperti biasa, definisi bersenggama bagiku dan suami hanyalah sampai dimana suamiku keluar menuntaskan hajatnya di dalam vaginaku. Tak ada yang namanya kepuasan timbal balik karena baik aku dan suamiku belum mengenal yang namanya orgasme pada perempuan.

Menurut aku dan suamiku, seks hanya diperuntukkan untuk suami saja, sedangkan seorang istri bertindak sebagai pemuas nafsu dan pelayan bagi suami-suami mereka.

Begitulah sekiranya saat dulu aku diajarkan sebelum kami menikah. Maka tak heran sampai sekarangpun aku tak pernah memprotes pada suamiku. Hanya saja, ada sedikit rasa kecewa yang membuat hatiku terasa kosong setiap kami selesai bercinta.

Dan rasa kosong itulah yang kembali mendorongku untuk merindukan sosok Mang Dedi si penjual sayur.

Aku melirik ke arah suamiku yang ternyata sudah terlelap begitu saja usai bercinta denganku. Aku menggeleng tak habis pikir. Tak percaya ketika dia meninggalkanku pergi tidur begitu saja setelah aku memberikannya kenikmatan.

Aku sedikit jengkel namun bisa memakluminya. Malah ada perasaan sedikit senang ketika tau kalau suamiku sudah terlelap dengan cepat.

Itu berarti aku bisa dengan bebas melakukan apa saja termasuk melanjutkan chatku dengan Mang Dedi yang tadi sempat teralihkan.

Kulihat pada layar smarphoneku ada pesan dari Mang Dedi yang belum aku baca 15 menit yang lalu.

"Maaf Mas aku telat bales. Tadi suamiku minta jatah. Hihihihi" tulisku berterus terang.

Selama tiga hari ini kami memang banyak menghabiskan percakapan kami dengan topik yang berbau hal-hal intim. Mang Dedi bahkan kadang tak segan menggodaku dengan mengirim foto-foto telanjang miliknya yang lagi-lagi memperlihatkan "Terong" besarnya kepadaku.

Tak berapa lama Mang Dedipun membalas, "Iya Gapapa Dek Liya.. tapi kok cuma 15 menit doang?" Tanya balik Mang Dedi.

"Itupun sudah rekor Mas" balasku lagi.

"Hah?? Sebelum-sebelumnya emang bertahan berapa menit?"

"Paling 5 sampai 8 menitan lah" tulisku sedikit menerka-nerka karena aku tak pernah juga menghitungnya berapa lama.

Mang Dedipun kembali membalas, "Waduh. Dek Liya ga puas dong berarti ?"

"Puas gimana maksudnya?? Tanyaku penasaran.

"Ya sampai muncrat gitu" balas Mang Dedi.

Aku semakin penasaran, "Emang wanita bisa muncrat juga Mas?" Tanyaku heran.

"Bisa dong sayang!! Ngewe itu kan bukan cuma buat laki-laki. Harus sampai keluar dan puas dua-duanya dong"

"Masa sih?" Tanyaku bingung.

"Mau coba??" Tawar Mang Dedi.

"Coba sama siapa??"

Tak lama Mang Dedi mengirimkan sebuah foto, "Sama inilah sayangkuu" tulisnya pada foto tersebut.

Sesuai dugaanku, Mang Dedi lagi-lagi tak segan mengirimkan foto penis miliknya yang terlihat sedang menegang dengan keras.

"Iiihhh.. kok tegang sih Mas??" Tanyaku.

"Iya dong. Udah siap dimasukin ke dalam memekmu Dek Liya" balasnya.

Badanku bergetar membaca pesan tersebut, "Astagfirullah Mas! Jangan ngomong jorok begitu" balasku padanya.

"Lah emang bener kok! Ini tegang karena ngebayangin masuk ke lubangmu yang sempit itu Dek Liya" jawabnya semakin frontal.

Darahku tiba-tiba berdesir hebat dan vaginaku terasa berdenyut. Kata-kata vulgar dan frontal Mang Dedi itu malah membuatku membayangkan bagaimana kalau seandainya penis besar miliknya itu benar-benar masuk ke dalam vaginaku.

Dan rupanya bukan aku saja yang membayangkan hal tersebut, "Kalau kontol ini masuk ke dalam memek Dek Liya, Mas bisa jamin Dek Liya pasti bakal mendesah keenakan sampai muncrat-muncrat" tulis Mang Dedi sekali lagi.

"Ihhh Mas bikin pengen aja" balasku yang sebenarnya bercanda.

Namun Mang Dedi tampak serius dengan ajakannya, "Kapan suamimu gak di rumah? Mas bakal mampir" balasnya padaku.

"Dih aku cuma becanda tau" jawabku berdebar-debar.

Tak pernah aku membayangkan bagaimana kalau misalnya aku berselingkuh hingga ke tahap ranjang dengan Mang Dedi. Tapi setelah dia berkata ingin mampir tersebut, mau tak mau akupun merasa panas dingin dibuatnya.

"Hahahha. Aku juga becanda atuh Dek Liya" tulis Mang Dedi membalas pesanku.

Ada sedikit rasa kecewa dalam hatiku ketika mengetahui kalau Mang Dedi cuma sebatas becanda saja. Padahal tadinya yang duluan bercanda adalah aku sendiri. Tapi justru aku sendirilah yang terbawa perasaan karenanya.

"Yasudah kalau becanda" balasku jutek.

"Iya becanda.. Ntar Mas juga bakal becanda ngentot kamu sambil berdiri. Toket kamu bakal Mas remas kuat-kuat dan bibir kamu Mas cium sampai basah" tulisnya panjang lebar.

"Apaan sih Mas" balasku yang sebenernya diam-diam penasaran dengan khalayan pria penjual sayur itu.

"Hehehe. Ga sampai disitu aja Dek Liya. Nanti Mas bakal ngecrot sepuasnya di memek kamu sampai kamu hamil anaknya Mas" balas Mang Dedi.

Jantungku berdegub-degub sangat kencang membayangkan betapa liarnya khayalan yang dimiliki Mang Dedi terhadapku. Aku bahkan tidak menyangka kalau diam-diam pria penjual sayur langgananku itu punya keinginan untuk menghamiliku.

"Emangnya Mas bisa bikin aku hamil apa?" Pancingku padanya.

"Ya jelas bisa dong Dek Liyaku. Tinggal kamunya aja yang mau apa enggak Mas bikin hamil" balasnya lagi.

Sambil terus betukar pesan mesum bersama Mang Dedi tersebut. Aku secara tidak sadar menggerakkan tanganku untuj mengelus-elus buah dadaku sendiri.

Gairahku naik dengan cepat dan hasratku jadi memuncak saat membayangkan bagaimana kalau khayalan-khayalan Mang Dedi terhadapku itu benar-benar terwujud nantinya.

Mataku terasa sayu dan merem melek merasakan nikmatnya usapan tanganku sendiri. Ditambah dengan dinginnya AC kamar yang semakin membuat putingku mencuat dengan keras.

"Kalau aku bilang mau gimana Mas??" Tanyaku semakin kehilangan akal sehat.

Darahku tak berhenti berdesir dan tubuhku merasa semakin bernafsu ketika aku malag memancing-mancing Mang Dedi untuk mengeluarkan lagi bermacam khayalannya terhadapku.

"Kalau kamu mau, biar Mas mampir ke rumahmu. Nanti kita ngentot sepuasnya" jawab Mang Dedi dengan kata frontalnya.

Akupun semakin terbakar oleh birahi yang tadi sempat tak dapat tuntas ditangan suamiku. Masih dalam keadaan penuh nafsu itu, kuturunkan tanganku ke arah selangkangan yang sudah basah oleh cairan dan lendirku sendiri.

Badanku meliuk bagaikan cacing yang kepanasan saat tanganku mulai beraksi di bawah sana. Rasanya pikiran dan badanku seperti punya kemauan mereka masing-masing sehingga aku seperti bergerak tanpa sadar.

"Mas. Aku mau lihat penis kamu dong" pintaku mulai berani pada Mang Dedi.

Tak lama Mang Dedipun membalas dengan mengirimkan foto penis miliknya sambil menuliskan kata-kata tak senonoh yang semakin menambah gairahku.

"Nih kontol gede spesial buat Dek Liya tersayang" tulisnya pada pesan tersebut.

Akupun semakin kelojotan tak karuan mana kala ujung jari telunjukku, ku arahkan ke pintu masuk liang kenikmatanku, kusorongkan sedikit demi sedikit masuk ke dalam hingga rasa nikmat itu memenuhi setiap syaraf-syarafku yang ada disana.

"Oohhh Mang Dediihh..." racauku membayangkan kalau saat ini justru Mang Dedilah yang sedang memainkan vaginaku.

Hingga tanpa sadar, racauan yang kukeluarkan tersebut ternyata cukup keras untuk membangunkan suamiku yang tertidur di sebelahku.

"Umi ngapain?" Tanyanya sambil membuka mata.

OH TIDAKK!!!!!

EPS :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28