Chapter 7 : Terima
Liya

Suasana ruang tamu rumahku benar-benar terasa dingin menyapu setiap pori-pori yang ada di tubuhku. Diluar sana, hujan turun begitu lebat tak menampakkan tanda-tanda untuk berhenti.
Akan tetapi semuanya berbalik dengan keadaanku saat ini. Karena bukan kedingingan, aku justru malah merasa panas. Panas bercampur nafsu yang terus membara membakar birahi hewaniahku.
"Cantik sekali." komentar Mang Dedi berbisik di telingaku.
Meski masih terhalang oleh hijab yang melilit di kepala, aku dapat merasakan dengan kuat hembusan nafas panas Mang Dedi seperti meniup telinga dan bagian kudukku. Nada suaranya yang bergetar agak tertahan itu menandakan kalau dia sendiri tidak tenang dan sedang dalam perasaan yang menggebu.
"Jangan diliatin!!" protesku menutup dadaku dengan hijab lebar yang tengah ku pakai.
Aku sebenarnya malu, wajahku memanas atau mungkin saja memerah. Kali pertama membiarkan tubuhku terbuka di hadapan laki-laki lain selain suamiku . Tapi lagi-lagi aku terdiam, menggigit bibir bawahku sendiri untuk meredam rasa yang timbul akibat ditatap nanar oleh si penjual sayur itu.
Kamu gak perlu malu Dek Liya. Tubuhmu indah, sayang kalau tak ada yang melihatnya Kata Mang Dedi dengan lembut.
Mang Dedi kemudian mendekap tubuhku, bibirnya beraksi menciumui bagian belakang telingaku yang tertutup hijab itu sambil meniupkan nafasnya berkali-kali. Aku terdiam, badanku luruh bersandar pasrah diatas sofa yang kami duduki itu.
Sejenak Mang Dedi berhenti, "Biar adil, saya juga buka deh." ucapnya seolah ingin membujukku.
Mang Dedi seakan tau bahwa aku masih memiliki keragu-raguan yang membayang. Dia lalu berdiri, membuka kaos yang digunakannya hingga terlepas dari tubuhnya yang gempal itu. Aku seketika memalingkan wajahku dari sana, tak berani menatap tubuh laki-laki lain yang bertelanjang itu.
"Sudah adilkan?" Ucapnya terkekeh.
Aku kemudian mengangguk pelan. Mungkin ini yang dimaksud adil karena sekarang kami sama-sama bertelanjang dada. Bedanya, aku masih memakai BH dan hijab lebarku masih menutup sempurna bagian dadaku.
Jangan malu-malu lagi dong kalau gitu! Pinta Mang Dedi padaku.
Aku mengulum senyum, hatiku berbunga-bunga dengan cara Mang Dedi membujukku. Entah kenapa, rasanya aku seperti diperlakukan layaknya seorang gadis perawan yang baru saja mengenal apa itu cinta.
Iya.. gak malu lagi Jawabku lirih berdebar-debar.
"Yaudah sini cium aku coba" Goda Mang Dedi mendekatkan wajahnya padaku.
Aku menepuk dadanya, "Dasar gombal" balasku kemudian memegang kedua belah pipinya.
Tanpa ragu, aku memajukan bibir mungilku untuk menyentuh bibir kasarnya sekali lagi. Mulut kami bersatu dengan cepat, kembali berciuman penuh nafsu dengan saling melumat. Entah untuk keberapa kalinya juga aku berciuman dengan Mang Dedi.
Namun setiap kali bibir kami itu bersentuhan, rasa dan sensasi yang aku rasakan juga ikut berubah. Ditambah dengan tekstur bibirnya yang kasar dan tebal itu, membuatku suka mengulum bibirnya berkali-kali.
Mmpppphh... aku mendesah lirih.
Sedang kunikmati lidahnya yang menjelajah di mulutku, tahu-tahu telapak tangan Mang Dedi sudah beraksi menyusuri setiap lekuk pada tubuhku. Aku merinding saat kurasakan tangannya yang kasar itu bergerak pelan-pelan, mengusap sepanjang lenganku yang putih tanpa ditumbuhi bulu-bulu itu.
Kami terus berciuman, hanya desahan dan suara lirihku saja yang sesekali terdengar di sela-sela derasnya hujan yang sedang turun.
Perlahan-lahan gerakan dan usapan Mang Dedi tersebut bergerak semakin liar dengan menyusuri setiap inci tubuh atasku yang sudah terbuka itu.
Tangan kirinya meremas lembut bagian tepi punggungku hingga turun merambat ke daerah pinggang. Tak lupa bagian pantatku yang membulat itu di remas-remasnya sebentar penuh semangat sambil tangan satunya lagi menjalar mengusap perut rampingku.
BH nya Mas buka ya Dek! Ucap Mang Dedi berbisik menghentikan ciuman kami.
Belum sempat aku menjawab, tangan-tangan cekatan miliknya itu menyusup kebagian punggungku dan meraih pengait BH ku. Aku hanya diam, bingung tak tahu harus melakukan apa, menolak aku tak mau, tapi membantunya aku malu.
Mas gak liat kok! Rayu Mang Dedi melepas BH berwarna hitam yang tengah ku pakai itu.
Aku memejamkan mata, menarik ujung hijab lebarku ke bawah agar gumpalan daging kembarku tak sampai terlihat oleh Mang Dedi. Tapi Mang Dedi malah merengsek sedikit maju, hingga aku tersandar kembali ke sandaran sofa.
Awwwhhhh!!! pekikku kaget.
Kurasakan tangan kasar Mang Dedi menyelusup kebalik hijabku. Tangannya meraba pelan buah dadaku yang sudah tak memakai penutup itu, menyentuh putingnya dengan usapan-usapan halus dan sesekali meremasnya dengan lembut.
Mashh.. Jangan dipeganngg desahku mencoba setengah-setengah menahan tangannya.
Perasaanku menjadi campur aduk, telapak tangannya yang besar dengan mudah mencakup keseluruhan buah dadaku karena ukurannya yang memang pas-pasan. Bahkan dalam remasannya tersebut dapat kurasakan kalau putingku semakin mengeras dan menonjol akibat nafsu yang sudah memuncak.
Beberapa saat aku dan Mang Dedi saling berpagutan bibir sambil tangannya terus bergerak-gerak meremas dadaku. Sekuat tenaga aku berusaha menahan desahan agar tak keluar dari mulutku karena aku tak mau Mang Dedi menganggapku sebagai wanita gampangan yang mudah dirayu dan digoda.
Tapi meski sekuat tenaga aku mencoba menahan desahan dan desisanku sendiri, sedikit demi sedikit pula mulutku terbuka dengan sendirinya.
"Mendesahlah Dek Liya! Gak ada yang bakal mendengar kita" bisik Mang Dedi merayuku.
Dengan sudah tidak sabar lagi, Mang Dedi kemudian dengan sigapnya menyingkap hijab lebar yang sedari tadi menjadi penutup terakhir buah dadaku.
Aku cukup kaget merasakan angin dingin tiba-tiba saja menyapu kulit dan pori-pori dadaku yang sudah terpampang polos dihadapan Mang Dedi.
Namun tanpa mempedulikan keterkejutanku tersebut, Mang Dedi merundukkan wajahnya dan membuka mulutnya untuk menciumi puting payudaraku sebelah kanan secara tiba-tiba.
"Oouuggghhhhh.....sshhhhhhh" desihku terlepas kencang tak dapat aku tahan.
Badanku menggelinjang, kedua kakiku menegang dibagian betis. Sementara mataku merem melek menikmati sensasi yang aku rasakan. Rasa geli dan nikmat terpancar begitu hebat dari puting buah dadaku akibat permainan lidah Mang Dedi. Dia mencucupnya pelan seperti seorang bayi, mengulum dan menjilatinya dengan sapuan lidah yang begitu hangat dan basah.
Kuremas-remas rambut Mang Dedi. Kudekap kepalanya menekan dadaku, kumajukan badan atasku ke depan wajahnya yang terbenam hangat di gumpalan buah dadaku. Dibawah sana, telah kurasakan liang vaginaku basah dan licin karena mengeluarkan cairannya dengan banyak. Bukti bahwa aku sudah sepenuhnya jatuh dalam jurang syahwat yang tak berujung.
"Enak gak sayang??" Tanya Mang Dedi menggodaku.
Aku membalasnya dengan sebuah senyuman dan anggukan pelan, "Enakk Mas" ucapku berterus terang.
Pelan-pelan, rasa malu, rasa bersalah, dan perasaan-perasaan penolakan lainnya malai terkikis dari dalam batin dan pikiranku. Yang tinggal kini hanyalah aku seorang wanita normal yang belum pernah terpuaskan hasrat birahinya, dan seorang laki-laki perkasa yang sibuk mencumbuiku dengan penuh nafsunya.
Kami berdua telah lupa daratan, lupa dengan norma-norma dan aturan agama serta sama-sama hanyut dalam lautan birahi masing-masing.
"Ugghh... toketmu mantap sekali Dek Liya" Ucap Mang Dedi melanjutkan aksi mesumnya pada buah dadaku.
Dengan mulutnya, Mang Dedi mulai menggigit-gigit sekitar bulatan dadaku hingga meninggalkan sedikit jejak-jejak merah. Gigitannya juga sekali-sekali hinggap di puting payudaraku hingga membuatku semakin tak bisa mengontrol diri.
Kemudian tanpa memberi aba-aba sama sekali, Mang Dedi menurunkan jilatannya yang tadi bermain di buah dadaku menyusuri permukaan perutku yang ramping.
"Masshh.." kagetku memegang kepalanya.
Mang Dedi menengadah menatapku, "Kenapa sayang?" Tanya begitu polos.
"Mas mau ngapain?" Tanyaku keheranan.
Dia tertawa sebentar sebelum akhirnya mengecup permukaan perutku, "Mau bikin kamu enak sayang. Percaya sama Mas" balasnya singkat.
Tubuhku kemudian menggelinjang. Merasakan mulut Mang Dedi yang ditumbuhi kumis tipis disekitarnya itu mulai bergerak menciumi permukaan perutku. Napasnya yang mendengus-dengus hangat menerpa kulitku sehingga membuat badanku kehilangan tenaga.
Dalam ketidakberdayaanku itu, Mang Dedi semakin berani melancarkan aksinya dengan mulai mengelus-ngelus pahaku yang masih tertutup oleh gamis berbahan satin yang bertengger di bagian pinggangku.
Mang Dedi sengaja turun dari atas sofa dan bersimpuh di lantai memposisikan kepalanya tepat diatas perutku, sedangkan tangannya dengan leluasa terus menjamahi area paha dan pantatku berkali-kali.
Ssshhhh... Masshhh geliii Desahku penuh kenikmatan.
Pikiranku buntu, sementara kenikmatan kian menggerogoti tubuhku. Antara sadar dan tidak, kurasakan tangan Mang Dedi bergerak menarik baju gamis yang ada di pinggangku turun semakin ke bawah.
Mengerti dengan apa yang akan Mang Dedi lakukan, aku pun mulai meringis mempersiapkan diriku untuk ditelanjanginya sambil memejamkan mata. Dengan kedua tanganku, aku raih pinggiran sofa tempatku duduk dan meremasnya dengan kuat.
Sambil terus berciuman penuh gairah, perlahan-lahan aku mulai dapat merasakan baju gamisku terus turun melewati bagian pantatku. Aku dengan reflek mengangkat badanku sedikit agar mempermudah Mang Dedi melorotkan pakaian kebesaranku itu.
Hingga tak berapa lama kemudian, terpampanglah tubuh mulus putihku yang selama ini terus aku tutupi dibalik pakaianku yang serba tertutup. Aku tak menyangka kalau sekarang Mang Dedi sudah dapat melihat ketelanjanganku walau belum utuh sepenuhnya.
"Kamu cantik sekali Dek Liya. Sudah aku duga tubuhmu begitu mulus dan bersih seperti yang aku bayangkan selama ini" Ucap Mang Dedi memuji badanku.
Aku tersipu malu dibuatnya. Badanku terasa panas meski susana disekitarku begitu dingin karena hujan. Rasa dingin itu mulai terasa membelai kulit paha dan selangkanganku yang masih ditutupi oleh sebuah celana dalam tipis.
"Pahamu putih sekali Dek Liya. Boleh aku menciumnya?" Bisik Mang Dedi sekali lagi membuatku merasa dilambungkan.
Aku seketika itu juga mengangguk menyetujuinya. Sudah tak dapat lagi aku berpura-pura tidak menginginkan apa yang ingin dilakukan oleh Mang Dedi tersebut.
"Silahkan Mas! Lakukan semaumu.." balasku bergetar.
Mang Dedipun tersenyum mendengar jawabanku, dia mengecup bibirku sebentar sebelum akhirnya dia duduk bersimpuh dilantai menghadap ke arah aku.
Dengan kedua tangannya, dia mencoba membuka pahaku sedikit agar dapat mengangkang dan memperlihat selangkanganku dengan lebih jelas.
"Indah sekali" Ucapnya yang langsung membenamkan kepalanya di sela-sela selangkanganku.
Sensasi geli menjalar disekujur tubuhku ketika kumis tipis di wajah Mang Dedi menusuk-nusuk kulit pahaku dibagian dalam.
Sementara aku memutuskan untuk menutup kedua mataku, karena tidak kuasa melihat bagaimana tubuhku yang suci itu dicumbu oleh pria lain selain suamiku.
"Ooouggghhhh... Masssshh... geliiih..." desahku panjang.
Aku tak kuasa menahan rasa geli itu, aku menggeliatkan tubuhku sambil tetap memejamkan mata merasa jantungku pun semakin tak kuat menahan sensasi ini.
Perlahan-lahan, dapat ku rasakan ciuman Mang Dedi kini mulai mengarah semakin ke dalam mendekati bagian vaginaku. Endusan-endusan nafasnya pun semakin hangat menerpa selangkanganku.
"Tubuhmu wangi sekali Dek Liya" Ujar Mang Dedi sambil memberikan sebuah kecupannya tepat di bagian vaginaku.
"Oohhh... Masshh..... eemhhhh.."
Bibir dan mulutku berguman lirih. Di bawah sana Mang Dedi menciumi vaginaku dengan rakusnya meski masih tertutup oleh celana dalam yang aku gunakan. Rasa nikmat menjalari sekujur tubuhku, serta nafsuku semakin menggebu dibuatnya.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku merasakan kenikmatan dicium di daerah selangkanganku sendiri. Selama ini tak pernah suamiku memperlakukanku dengan lugas seperti ini sehingga tak dapat lagi kutahan nafsuku.
Akan tetapi saat aku sudah semakin terbuai oleh nafsuku tersebut, Mang Dedi tiba-tiba menghentikan gerakan merangsangnya dan berdiri dihadapanku secara tiba-tiba.
Nampak napasnya juga ikut memburu saat kulihat perutnya yang buncit itu naik turun dengan begitu cepat.
Dek Liya.. panggil Mang Dedi setengah berbisik.
Dia meraih daguku dengan sebelah tangan dan mengangkatnya, akupun menoleh sambil mendongak ke arah Mang Dedi dengan mulut yang terngaga.
CUPPP!! kecupannya mendarat di bibirku.
Dalam keadaan setengaj bernafsu itu, Mang Dedi kemudian membimbing tanganku untuk menyentuh penisnya dibalik celana pendek yang di pakainya. Aku berpura-pura menahan tanganku, namun Mang Dedi menariknya dengan kuat hingga telapak tanganku akhirnya merasai batang penisnya yang ternyata sudah mengeras dan menegang.
Mmppphhh... suaraku tertahan.
Mang Dedi meremaskan jariku di penisnya, meskipun masih terbungkus oleh celana, aku dengan mudah dapat menggenggamnya karena ukuran penisnya yang sangat besar dan terjiplak menonjol keluar.
Nafsuku bangkit meletup-letup membayangkan betapa sebentar lagi aku akan merasakan benda sebesar ini bersarang dalam vaginaku. Ingin rasanya saat ini aku membukai celana Mang Dedi sampai dia telanjang dan merasakan kehangatan batang penisnya secepat mungkin.
Tapi aku berusaha menahan diri karena akupun tak berani bersikap lepas di depan penjual sayur langgananku itu. Namun bak terkena hipnotis, aku masih saja merabai penis Mang Dedi tersebut tanpa menjauhkan tanganku.
Sudah tegang! Ucapku mengelus-eluskan tanganku pada penis Mang Dedi sampai dia mengerang pelan.
Tegang banget Dek Liya! ucapnya terkekeh meremas buah dadaku.
Liang vaginaku terasa berkedut-kedut terangsang seperti terpompa untuk mengeluarkan cairannya. Bibir dan mulutku bergumam lirih tak berhenti saat kami berdua saling mengelus dan merabai bagian yang sangat sensitif untuk kami. Mang Dedi pada buah dada dan vaginaku, sementara aku pada penisnya yang menegang dengan keras.
Mau liat gak Dek? bisik Mang Dedi nakal padaku. Dia lagi-lagi menyempatkan menyium bibirku dengan hangat.
Aku hanya diam terpana, bahkan tak kuasa mengangguk dengan pelan menginginkannya. Mang Dedi lalu bangkit berdiri lagi, melepaskan celana pendek lusuhnya dengan gerakan yang cepat namun masih terasa pelan dalam mataku.
Ku tatap nanar gerakan tangan Mang Dedi yang membuka celananya turun satu persatu tersebut. Dengan perasaan yang berdebar dan menunggu, aku akhirnya diperlihatkan dengan batang penis Mang Dedi yang selama ini hanya bisa ku saksikan lewat foto yang dikirimkannya.
Besar sekali!! teriakku girang dalam hati.
Itu pertama kalinya aku melihat penis laki-laki lain selain suamiku. Perbedaannya sungguh terlihat nyata bukan pada aspek ukuran besarnya saja. Namun juga bentuknya yang sedikit aneh dan lucu. Batangnya sedikit membengkok dan ujung kepalanya tersembunyi dibalik sebuah kulit yang terlihat seperti sebuah kulup.
Kenapa?? tanya Mang Dedi terheran melihat ekspresiku.
Aku menggeleng, Gapapa balasku mengedarkan pandangan.
Lebih gede dari punya suamimu ya pasti.. ucap Mang Dedi terkekeh melihatku reaksiku.
Dia membimbing tanganku untuk menggenggam penisnya lagi. Kugenggam penis itu sebentar. Terasa hangat, kenyal dan kencang. Urat-uratnya bertonjolan keluar serta ada kedutan-kedutan mengalir didalamnya.
Jauh lebih besar Ucapku jujur begitu saja.
Darahku jadi berdesir tiba-tiba dan jantungku berdebar-debar setelah aku mengucapkan kata yang secara langsung mengakui perbedaan antara suamiku dengan Mang Dedi itu.
"Dicobain dong sayang!" Bisik Mang Dedi mengelus kepalaku.
Aku menatap heran tak mengerti maksudnya, "Apaan Mas?" Tanyaku.
"Diemut..." bisiknya.
"Mas pengen diemut sama kamu" bisiknya lagi.
Darahku berdesir mendengar permintaannya yang sungguh sangat cabul itu. Aku tau kalau diluar sana ada wanita yang sengaja mengulum alat kemaluan laki-laki untuk menambah kepuasan dalam bercinta.
Bahkan dulu suamiku juga pernah memintaku melakukannya. Namun aku selalu menolak karena alasan tidak suka dan jijik.
"Gamau ah.. Jijik Mas!" Protesku menjauhkan tangan.
Namun dengan cepat Mang Dedi menahanku, "Mau dong Dek. Tadi udah aku cuci sebelum mampir kesini" ucapnya mengelus-ngelus kepalaku.
Dalam keadaan ragu itu, Mang Dedi mencoba menciumku seakan sedang membujukku untuk menuruti keinginannya. Bibirku di pagut dengan begitu liar dan nakal sampai lidahnya menyeruak masuk ke dalam rongga mulutku.
Tubuhku melemas rileks, yang ada malah bibirku membalas pagutan Mang Dedi dengan hangat dan lembut. Aku mengulum juluran lidahnya dan menjilat-jilat dengan lidahku. Disaat gantian lidahku yang masuk ke mulut Mang Dedi, dia tidak kalah kuatnya menghisap.
Perasaanku jadi terlambungkan lagi. Serasa melayang-layang di awan akibat cumbuan penuh nafsu Mang Dedi sementara tangannya juga ikut meremas dan memainkan payudaraku.
Hebatnya lagi, tanganku yang sedang menggenggam penis besar Mang Dedi bergerak mengikuti naluriku sendiri untuk mengocok dan mengurutnya pelan-pelan.
Sehingga kami berdua sama-sama mendesah lirih di sela-sela ciuman kami tersebut.
"Mas, kamu udah sering begini sama wanita lain ya?" Ucapku spontan tiba-tiba terbawa perasaan.
Mang Dedi menatap heran padaku, "Kenapa sayang? Mas gak sering kok" Jawabnya yang entah sebuah kejujuran atau bukan.
"Gapapa Mas... Mas kayak berpengalaman banget" balasku tersenyum menunjukkan gigi. Terus terang aku cukup senang dengan jawaban yang diberikan oleh Mang Dedi tersebut.
"Kamu cemburu kalau aku sering melakukannya dengan wanita lain Dek Liya??" Bisik Mang Dedi memeluk tubuhku dan merapatkan badannya ke sofa.
Aku menggeleng, "Engga tuh" Ucapku mengecup bibirnya.
Mang Dedi kemudian membalas ciumanku tersebut dengan hangat sambil kemudian mendorong tubuhku jatuh keatas sofa.
"Coba kamu bilang lagi kayak gitu setelah merasakan ini" ucap Mang Dedi yang tiba-tiba menarik celana dalamku.
Dengan gerakan yang cukup cepat, aku merasakan Mang Dedi mulai menurunkan kain penutup selangkanganku yang berwarna putih itu dari tempatnya.
Sehingga akhirnya akupun resmi bertelanjang penuh di depan pria penjual sayur langgananku itu. Satu-satunya benda yang menjadi penutup badanku hanyalah hijab lebarku yang masih terpasang utuh di kepala.
"Aku masukin sekarang ya sayang" Ucap Mang Dedi meminta izin padaku.
Aku mengangguk pelan menyetujuinya. Karena sedari tadi liang vaginaku sudah berdenyut-denyut menantikan persetubuhan diantara kami.
Maka ketika Mang Dedi membuka pahaku dalam posisi telentang, aku tak menolak. Justru sengaja kubuka lebih lebar agar Mang Dedi leluasa.
Dia mengusap-usap ujung penisnya di mulut vaginaku yang sudah basah oleh cairan pelumas alami yang keluar dari liangnya. Rasa hatiku sudah tak karuan menunggu proses masuknya penis besar yang sedari tadi sudah membuatku kelimpungan.
"Aku sayang sama kamu Mas" Ucapku memejamkan mata mengungkapkan perasaan yang sudah ikut menggebu di dada.
Mang Dedi lalu tersenyum memasukkan ujung penisnya pada liang vaginaku, "Aku juga sayang kamu Dek Liya" balasnya dengan penuh kepastian.
Kurasakan seluruh beban dalam pikiran dan dadaku terangkat seiring masuknya penis Mang Dedi ke dalam liang vaginaku sedikit demi sedikit. Bibirku merintih lirih merasakan bahwa vaginaku terlalu kecil untuk menerima penisnya yang begitu besar.
"Pe--pelan-pelann.. Masshh" bisikku sedikit menahan tubuhnya.
Mang Dedi tersenyum, "Memekmu sempit luar biasa Dek Liya" ucapnya ikut mendesah.
Mang Dedi masih bergerak menekan pinggul dan penisnya hingga kurasakan seluruh rongga dalam vaginaku penuh sesak. Ukuran yang tidak main-main itu membuat dinding vaginaku terasa perih dan ngilu secara bersamaan.
Aku mengejangkan pinggangku antara rasa nikmat dan kesakitan, "Gakk.. muuatttthh... Masss....." lirihku merasa tak siap.
Mang Dedi kemudian mengecup keningku, "Sedikit lagi" bisiknya pada telingaku.
Mang Dedi memagut bibirku lagi. Kubalas pagutan bibirnya itu dengan lebih hangat dan penuh perasaan. Kami lalu berpelukan dengan posisi Mang Dedi yang sedikit menindihku memasukkan penisnya dengan perlahan-lahan.
Persentuhan kulit dan kelekatan badan kami itupun semakin terasa menimbulkan sensasi enak dan membuatku berangsur-angsur merasa nyaman.
"UMMI! UMI NGAPAIN!!???"