Chapter 1 : Tidak Sengaja
Liya

Sebelumnya, aku tak pernah menyangka kalau kepindahanku ke Jakarta dapat berdampak besar dan merubahku menjadi seperti sekarang ini. Dari awal ketika suamiku memutuskan untuk pindah dari Sumatera Barat ke ibukota, aku sebenarnya menentang dengan keras keputusan tersebut karena tak mau tinggal berjauhan dengan keluarga besarku. Namun tawaran promosi jabatan yang di terima suamiku begitu menggoda sehingga pada akhirnya kamipun pindah ke jakarta.
Namaku Aliyatul Husna. Banyak orang memanggilku dengan sebutan Liya. Aku berumur 27 tahun dan merupakan seorang istri yang juga seorang ibu dari putriku yang berumur 5 tahun. Secara garis besar, aku bisa dikatakan sebagai wanita yang alim. Aku selalu menjaga lisan dan sopan santun kepada siapapun, begitu juga dengan cara berpakaianku yang selalu tertutup dengan gamis dan hijab besarku.
Pun begitu dengan suamiku yang bernama Hadi Chaniago. Dia merupakan anak seorang Ustadz yang lumayan terkenal di daerah tempat aku tinggal. Orangnya begitu alim dan sangat mementingkan agama diatas segala-galanya. Bersama-sama, kamipun terus menjalankan ibadah dan membangun rumah tangga yang harmonis meski kami berdua di jodohkan oleh orang tua.
Suamiku juga merupakan pria yang sangat pengertian. Selepas kami menikah, dia tidak pernah memaksakan kehendaknya untuk melakukan hubungan suami istri secara langsung. Dia tahu bahwa kita masih butuh waktu untuk saling mengenal lebih dalam satu sama lain. Sehingga diminggu-minggu pertama kami menikah, kami hanya menghabiskan romantisme dengan berpegangan tangan dan bercium pipi saja.
Barulah setelah sebulan kami menikah, akupun resmi melepas keperawananku kepada pria yang sudah berjanji sehidup semati denganku tersebut.
Awal pertama aku melakukan seks, aku merasa sangat canggung dan gemetar karena untuk pertama kalinya aku membiarkan seorang lelaki melihat tubuh polosku. Aku merasa begitu tidak percaya diri dan sadar kalau aku ini tidak lah begitu cantik.
Seumur hidupku, aku hanya diajarkan untuk menjaga adab dan akhlakku untuk menjadi seorang istri yang baik. Tidak pernah diajarkan untuk merawat diri sendiri atau tampilan fisik lainnya.
Satu-satunya yang bisa aku banggakan dari tubuhku hanyalah kulitku yang putih dan badanku yang selalu kurus meski aku makan banyak sekalipun. Banyak yang bilang aku sedikit terlihat lebih muda untuk ukuran wanita yang sudah punya anak satu karena aku terlihat yang kurus langsing. Buah dadakupun tidaklah besar dan hanyak berukuran 34b saja.
Suamikupun juga tidak terlalu hebat untuk ukuran fisik. Meski wajahnya tergolong tampan, namun badannya sedikit gemuk dan penis miliknya tidaklah begitu panjang. Bahkan terlihat agak kecil dari apa yang aku bayangkan selama ini.
Dulu suamiku sempat bertanya apakah aku tidak keberatan dengan ukuran penis miliknya. Tapi aku dengan sangat yakin mengatakan padanya kalau hal tersebut bukanlah masalah bagiku. Karena pada saat itu, aku tidak pernah tau kalau ukuran juga menjadi penentu kenikmatan dalam bercinta.
Jadi meskipun ukuran penis suamiku kecil, aku tetap dapat merasa nikmat tiap kali bersetubuh walau tak pernah merasakan yang namanya orgasme.
Kamipun rutin selalu melakukan hal yang sama ketika kami bercinta. Setelah berciuman mulut, suamiku akan menghisap buah dadaku sebentar lalu memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Dan setelah menggenjotnya beberapa kali, dia akhirnya memutahkan sperma miliknya di dalam vaginaku.
Setelahnya, aku merasa kalau tugasku sebagai istri sudah selesai. Asalkan sang suami sudah puas, maka tidak ada hal lain yang perlu dilakukan.
Dan 6 tahun akhirnya berlalu dengan begitu saja. Hidupku sekarang terasa sudah sempurna. Aku mempunyai suami yang baik dan sholeh. Kehidupan ekonomi kami yang semakin hari semakin baik berkat promosi yang diterimanya. Kamipun juga sudah dikaruniai seorang putri cantik bernama Tasha.
Namun semenjak aku pindah ke jakarta, keadaan kami mulai sedikit renggang karena suamiku sudah jarang dirumah berkat kesibukan yang dia jalani di kantor barunya. Aku sadar kalau dengan datangnya promosi, berarti akan lebih banyak pula pekerjaan yang harus di tangani oleh suamiku. Sedangkan aku hanya berdiam diri di rumah tak melakukan apa-apa.
Bahkan seringkali ketika aku merasa horny dan ingin bersenggama, suamiku malah menolaknya mentah-mentah dengan alasan capek dan tidak bergairah. Hasratku yang akhir-akhir ini selalu menggebu itupun terpaksa aku kubur dalam rasa kecewa yang semakin hari semakin membuatku jenuh dengan keadaan.
Beruntungnya saat ini aku sudah mulai mengenal beberapa orang yang menjadi tetanggaku di perumahan baru ini. Jadi ada sedikit kegiatan yang dapat meringankan stressku saat aku berbincang-bincang ringan dengan mereka setiap pagi.
Dari situ pulalah akhirnya aku ikut mengenal sosok Mang Dedi, seorang Tukang sayur yang menjadi langganan warga komplek perumahan tempat aku tinggal. Orangnya sudah sedikit berumur namun masih terlihat bugar dan prima untuk ukuran seorang pria setengah baya. Dia juga sangat pandai bergurau, kadang suka merayu dan sangat ramah kepada siapapun.
Aku yang masih baru mengenalnya pun jadi cepat akrab karena dia memiliki sifat mudah bergaul dan selalu bisa menemukan topik yang seru untuk dibicarakan. Bahkan sekarang sudah menjadi rutinitasku untuk berbelanja lebih lama dari ibu-ibu lainnya karena terlalu keasikan mengobrol dengannya. Kami berdua selalu membual dan bercerita tentang banyak hal seakan kami sudah mengenal begitu lama.
Pada mulanya aku menganggap hubungan kami hanyalah sebatas seorang penjual dan pembeli saja, namun siapa sangka hubungan itupun semakin hari semakin mesra saat kami memutuskan untuk bertukaran kontak di aplikasi WA.
Sejak saat itu, aku dan Mang Dedi semakin sering berbicara satu sama lain. Berbagai macam topik seperi pekerjaaan, politik, kehidupan bahkan candaan yang sedikit menjurus pun sudah menjadi hal lumrah untuk kami bahas. Mang Dedipun mengaku sangat senang bisa akrab denganku karena dia selalu bilang kalau aku adalah tipe wanita idamannya.
Kemesraan di WA itu juga sudah sampai terbawa-bawa dalam kehidupan sehari-hari kami. Sampai pernah suatu hari kami lagi-lagi bercanda kearah yang sedikit menjurus pada hal-hal mesum.
"Maaf lama yah Mbak. Kalau pagi tuh emang suka begitu, kebelet mulu kagak jelas. Kalau gak di buang pasti nih keras banget kayak tiang listrik" Ucap Mang Dedi bercanda.
Aku kemudian tertawa mendengar pengakuan Mang Dedi yang komplain tak bisa pergi kencing karena masih banyak yang membeli. Barulah setelah aku datang, para ibu-ibu sudah selesai belanja dan dia bisa menitipkan dagangannya sebentar kepadaku.
"Gapapa Mang, lagian saya juga ga buru-buru kok" balasku singkat.
Namun pada saat itu aku tidak sengaja menangkap sebuah siluet tonjolan besar dibalik celana pendek yang di pakai Mang Dedi. Tonjolan itu terlihat sangat membokong hingga aku bertanya-tanya dalam hati apakah dia tak memakai celana dalam sama sekali. Karena kalau dipikir-pikir, jika tonjolannya saja sudah sebesar itu, lalu sebesar apakah ukuran penis yang ada di dalamnya???
Pikiran-pikiran kotor itupun mulai berputar-putar meracuni benakku bahkan setelah beberapa hari berikutnya. Entah karena hasrat seksualku yang tak pernah dipenuhi oleh suamiku belakangan ini, aku jadi gampang sekali merasa horny dan bergairah luar biasa. Namun untungnya semua itu dapat aku lampiaskan dengan bercengkrama ria bersama Mang Dedi.
Sekarang kami sudah semakin nyaman satu sama lain hingga terkadang Mang Dedi mulai berani bersayang-sayang denganku. Dari situ juga awal mula datang sebuah perasaan aneh yang menggelitik hatiku. Tapi karena aku memang sudah terlanjur dekat, jadi aku tak sungkan melayani interaksi Mang Deni seperti seorang kekasih.
Hanya saja, Akupun merasa cukup tau batas karena bagaimanapun aku adalah seorang istri dan seorang perempuan baik-baik. Tidak ada sedikitpun niat untuk menyelingkuhi suamiku ataupaun niat-niat untuk berbuat curang lainnya. Aku dan Mang Dedi hanya teman yang saling bersenang-senang saja untuk mengisi waktu luang.
Setidaknya begitulah pemikiran naif ku pada awal kedekatan kami.
Aku tidak sadar kalau apa yang aku lakukan tersebut sudah membukakan pintu dari segala macam badai yang siap menghantam kehidupanku.
Badai yang pada akhirnya mengubahku menjadi seorang perempuan yang mengenal dunia dari sudut pandang yang berbeda.
Sudah menjadi rahasia umum kalau malam Jumat adalah malam yang sakral untuk pasangan suami istri. karena di malam inilah pasangan yang sudah menikah dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual sesuai dengan perintah agama. Biasanya banyak yang menyebutnya dengan sebutan Sunnah Rasul.Aku pun sebenarnya ikut menentukan momen ini karena sudah hampir dua minggu lamanya suamiku tidak menyentuhku sama sekali. Kesibukannya di kantor menyita banyak waktu dan tenaga. Sehingga ketika dia di rumah, suami ku hanya menghabiskan waktu dengan tidur saja.Akan tetapi momen yang aku tunggu-tunggu itupun tampaknya harus Pupus karena suamiku tiba-tiba mengabarkan kalau dia harus lembur di kantornya.Suamiku langsung meminta maaf kepadaku dan berjanji akan menebusnya di lain hari. Dia bahkan juga bilang kalau dirinya sudah meminta pada atasannya untuk tidak diberikan lembur di malam jumat dan malam sabtu.
Aku yang sempat kecewa berat tadinyapun bisa sedikit bernafas lega. Suamiku ternyata juga merasa rindu berduaan denganku terbukti dari keinginannnya untuk tidak lembur terus-terusan. Jadi untuk sekarang aku terpaksa harus berusaha memaklumi keadaannya.
Mungkin saja dia lebih merasa kesepian daripada apa yang aku rasakan karena memang kami sudah jarang melakukan hal-hal yang romantis sebagai pasangan suami istri.
"Mi, Abi boleh minta sesuatu nggak?" tanya suamiku ditelepon
"Minta apaan bi?" Tanyaku.
"Umi kirimin foto bugil dong buat Abi"
Aku terkejut mendengar permintaan aneh yang tiba-tiba tersebut "Buat apaan bi?" tanyaku heran.
"Abi kangen nih sama umi" jawab suamiku.
"Iya Umi tahu, tapi kenapa harus bugil?" tanyaku penuh selidik.
"Kan ini buat suami kamu doang bukan buat orang lain"
"Tapi kan takut Bi!!, kalau misalnya tersebar dan dilihat orang gimana?"
"Ya mana mungkin Abi lihatin sama orang mi"
"Iya, tapi kalau temen Abi minjem HP nya Abi gimana??? Atau gak HP nya ilang?? Kan bisa bahaya Bi!!"
"Jadi Umi gak mau nih??"
"Nggak mau lah" jawabku singkat.
Suamiku tiba-tiba diam begitu saja seperti sedang kecewa dengan ketidakmauan ku. Tapi mau gimana lagi, aku takut dan risau kalau fotoku tersebar dan menjadi aib untuk keluarga. Namun di sisi lain aku juga tidak tega terhadap Suami ku sendiri dan tak mau durhaka karena tidak patuh.
Lantas setelah berpikir beberapa saat akhirnya aku pun memanggil suamiku kembali "Yaudah Bi nanti aku kirimin" ucapku singkat.
"Beneran ya Mi?" suara suamiku bersemangat.
"Iya. Tapi Abi janji harus hati-hati, jangan sampai dilihat sama orang" ucapku memperingatkan.
"Iya sayangku. Abi janji akan berhati-hati. Kirim yang banyak ya" balasnya manja.
Kami pun kemudian berbicara sebentar sebelum suamiku berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya. Sebelum menutup telepon, sekali lagi suamiku mengingatkanku untuk tidak lupa mengirimkan foto bugilku sesuai permintaannya tadi.
Setelah selesai menelepon, aku pun segera beranjak ke dalam kamar untuk mengambil beberapa foto selfie yang akan aku kirimkan kepada suamiku. Tapi karena aku tidak pernah melakukan selfie secara telanjang sebelumnya, akupun merasa sedikit bingung dan canggung-canggung melakukannya.
Karena itu aku memutuskan untuk tidak langsung berfoto tanpa busana terlebih dahulu. Aku hanya membuka dua buah kancing baju gamisku di bagian dada dan memperlihatkan sedikit BHku dari luar lalu memfotonya.
Berapa menit setelah aku mengirimkannya kepada suamiku, dia pun langsung membalasnya dengan mengatakan kalau dia sangat beruntung mendapatkan istri yang cantik seperti aku.
Dan untuk pertama kalinya, aku pun begitu senang mendapat pujian dari suamiku tersebut karena selama ini dia jarang memuji-mujiku dari tampilan fisik.
Aku hanya tersenyum membaca balasannya tersebut dan kembali mengambil beberapa selfie dengan gaya dan pose yang berbeda. Kali ini aku mengangkat ujung bawah gamisku sampai ke bagian paha sehingga menampakan betis ku yang putih dan ramping. Setelah aku foto, akupun mengirimkannya kembali kepada suamiku.
Tak berapa lama suamikupun kembali membalas. Responnya pun kurang lebih sama seperti yang tadi, berbagai macam pujian dilontarkan suamiku sambil terus mengomentari betapa indahnya tubuhku ini.
Aku sampai menoleh ke arah cermin di sampingku untuk memastikan apakah yang suamiku bilang tersebut adalah benar. Aku bahkan mematut dengan seksama badanku sendiri dari arah pantulan cermin dan berpose-pose bak seorang model yang tengah mengadakan pemotretan.
Harus diakui memang kalau badanku tidak semolek atau semontok wanita-wanita diluar sana. Namun badanku terlihat proposional dengan payudara kecil dan pinggul yang membulat kencang. Tidak ada sedikitpun tanda-tanda kegemukan serta semuanya terlihat pas dengan wajahku.
Dengan pujian-pujian tersebut pun, lama kelamaan membuatku menjadi semakin percaya diri dan mulai berpikir bahwa sebenarnya aku memang lumayan menarik di mata lelaki. Entah perasaan darimana, aku merasa sangat bangga dengan tubuhku sendiri saat ini.
Mungkin karena itu jugalah aku mulai dilanda badai syahwat dan sedikit terangsang. Hingga tanpa malu-malu lagi aku menanggalkan seluruh pakaian yang aku kenakan satu persatu sampai dimana aku sudah sepenuhnya bertelanjang. Hanya tertinggal sebuah hijab lebar yang melilit dikepalaku saja.
Tak lama kemudian, suamiku kembali mengirim pesan sambil meminta kepadaku untuk berfoto sambil mengangkang.
Awalnya aku sedikit ragu dan protes, namun karena sudah terlanjur horny ditambah bujuk dan rayuan suamiku, aku pun mengiyakan permintaan nakalnya tersebut.
Aku menyangga HPku dengan bantal dan menyalakan timer kameranya. Setelah merasa posisinya sudah pas, akupun mundur sambil mengangkangkan kedua kakiku dengan lebar. Tak lupa tanganku secara spontan meremas payudaraku sendiri sambil membuat ekspresi menggigit bibir dan berpose ala-ala perempuan seksi.
Beberapa kali HPku berbunyi pertanda kalau fotonya sudah diambil. Lalu dengan cepat aku mengirimkannya kepada suamiku dan menunggu respon seperti apa yang akan dia berikan sambil berdebar-debar.
Namun lagi-lagi ketika aku menyaksikan foto yang kuambil barusan dengan seksama, aku terdiam dan terperangah dengan hasil foto tersebut. Aku benar-benar terlihat seperti seorang wanita yang jauh dari kategori Alim.
Padahal aku masih memakai hijabku namun aku tidak menyangka kalau aku juga bisa membuat ekspresi seperti itu. Karena dalam foto tersebut aku tampak seperti seorang wanita yang sangat-sangat binal.
Suamiku pun tampaknya juga sepemikiran denganku, selang hanya beberapa detik saja dia sudah membalas pesanku dengan kata-kata yang semakin membuatku percaya diri.
"Umi seksi banget kayak model"
"Umi bener-bener wanita idaman laki-laki"
"Istriku binal banget"
Begitulah kira-kira pesan chat suamiku yang tak berhenti-henti dia kirimkan.
Dan akupun juga tak mau kalah dengan kembali mengirimkan beberapa foto bugilku dalam berbagai macam pose dan gaya.
Entah kenapa, semakin aku di puji oleh suamiku maka semakin bersemangatnya aku untuk berpose lebih liar dan menantang. Padahal sebenarnya aku hanya mengikuti instingku saja dan tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya.
Badankupun tiba-tiba menjadi semakin panas dingin tak karuan, darahku berdesir hebat dan vaginaku terasa sangat-sangat gatal dan basah.
Aku mencoba menyerahkan semuanya pada naluri hewaniahku sendiri dengan menggerakkan tanganku untuk mengelus bagian luar bibir vaginaku karena terasa gatal.
Namun ketika tanganku bersentuhan dengan kulit dibagian vaginaku, aku malah merasa seperti disetrum oleh sebuah aliran listrik ringan disekujur sendi-sendi tulangku sampai aku langsung merebahkan diri diatas kasur.
Perasaan yang kudapat begitu aneh namun sangat memuaskan. Semakin aku mencoba untuk melakukan gerakan mengelus, maka semakin besar pulalah rasa nikmat yang aku terima.
Sebelum ini pun sebenarnya aku sudah pernah menyentuh bagian vaginaku sendiri. Namun untuk sekarang, rasanya 180 derajat begitu berbeda.
Saking berbedanya, aku bahkan tanpa sadar mulai merubah gerakan mengelusku menjadi sebuah gerakan menggosok-gosok dengan ritme yang lumayan kencang.
Saat itu juga mataku terpejam menahan nikmat yang sebelumnya belum pernah aku dapatkan. Rasanya begitu berbeda jika dibandingkan dengan rasa nikmat yang aku terima sewaktu aku bersenggama dengan suamiku.
Tapi hanya selang beberapa saat ketika aku menikmati kegiatan baruku itu, sebuah notif muncul diatas layar hp ku dan menunjukkan kalau pesan tersebut berasal dari Mang Dedi si tukang sayur.
Aku langsung terkikik sejenak karena terbayang akan sosok laki-laki paruh baya yang belakangan ini tengah mengganggu pikiranku dengan tonjolan besar dibalik celananya itu.
Jadilah aku menunda sejenak kegiatan yang mendatangkan rasa nikmat tersebut dan langsung mengecek pesan yang ada di HP ku.
"Malam Mbak Liya sayang" tulis Mang Dedi di pesan WAnya dengan beberapa selipan emot-emot manja.
"Malam juga Mang Dedi sayang" balasku tak kalah mesra.
Ini adalah pertama kalinya aku memanggil Mang Dedi dengan panggilan sayang setelah sebelumnya aku menahan diri untuk tidak melakukannya.
Mungkin keadaanku yang sedang horny dan terangsang ini membuat akal sehatku sedikit buntu dan rasa malu ku berkurang. Hanya saja, rasanya begitu senang ketika aku memanggilnya dengan sebutan tersebut. Aku bahkan menahan nafasku karena saking berdebar-debarnya.
"Asik nih udah di panggil sayang. Tinggal tunggu diberi kasih sayang aja nih. Heheheheh" balas Mang Dedi dengan candaannya seperti biasa.
"Emangnya Mang Dedi mau kasih sayang dari aku?" Tanyaku lagi.
"Ya mau dong Mbak cantik"
"Nih aku kasih" balasku sambil mengirimkan sebuah foto selfie yang aku ambil dengan cepat.
Foto tersebut hanya menampakkan bagian kepalaku yang terbalut hijab dan mimik muka seperti sedang mencium.
Akupun buru-buru memejamkan mataku merasa sangat nakal ketika berbagi foto intim dengan pria lain selain suamiku. Lagi-lagi rasanya begitu mendebarkan dan anehnya membuat aku semakin merasa horny.
"Loh!! Mbak Liya kok ga pake baju?? Abis ena-ena sama suaminya ya??" Balas Mang Dedi tak berapa lama.
Sontak saja aku terlonjak kaget dengan balasannya tersebut karena Mang Dedi seakan tau kalau aku sedang dalam keadaan tanpa busana. Padahal aku cuma mengirimkan foto wajahku saja.
Baru aku ingin bertanya, Mang Dedi sudah kembali mengirim pesan. "Itu di belakang Mbak ada cermin loh. Aku bisa liat punggung sama pantatnya Mbak"
ASTAGFIRULLAHH!!!!! teriakku sangat kencang. Aku buru-buru melihat hasil jepretan ku tadi dan menyadari kalau foto wajah yang aku kirimkan kepada Mang Dedi barusan secara tidak sengaja juga menangkap cermin yang ada di belakangku. Dan cermin tersebut begitu jelas memantulkan bayangan punggung dan garis pantatku.
Aku pun dengan cepat meng-unsend foto yang aku kirim ke Mang Dedi tersebut sambil mengutuk diriku yang sangat ceroboh akibat terlalu asik berselfie. Apalagi aku malah secara tidak sengaja mengirimkan foto tubuhku kepada lelaki lain selain suamiku.
Oh tidak!!! Gimana ini???????