Chapter 1 : Prolog
Nurul


Keuangan keluarga Haris semakin hari semakin terasa mencekat manakala saat ini ia harus rela diputus kerja secara sepihak oleh pihak pabrik tempat dia mengabdikan diri selama ini. PHK memang sudah menjadi momok tersendiri bagi semua buruh diluar sana. Ketetapan kerja yang abu-abu serta manajemen yang buruk seringkali di temui di pabrik-pabrik saat ini.
Tapi semua hal tersebut tertutupi dengan tunjangan dan gaji yang memang menggiurkan banyak mata, apalagi ketika adanya sistem lemburan yang bisa dimanfaatkan para buruh untuk mendulang lebih banyak penghasilan, tentu saja pabrik tidak akan pernah kehabisan orang yang berminat untuk bekerja disana. Termasuk untuk Haris sendiri. 10 tahun sudah dia memberikan jiwa dan tenaganya untuk jadi buruh di pabrik yang beroperasi sebagai pembuat biskuit. Hanya untuk mendapati kalau beberapa hari yang lalu dia harus rela di PHK.
"Mungkin sudah bukan rejeki untuk kita lagi Abi" Ucap Istri Haris dengan suara yang lembut. Istrinya Nurul paham betul kalau suaminya tersebut begitu terpukul dengan pemecatan yang di terimanya.
Saat ini, Haris memberitahukan kepada istrinya tersebut tentang pemutusan kontrak kerjanya di pabrik. Awalnya dia berniat untuk tidak memberitahu Nurul karena malu dan juga bingung. Tapi setelah melewati berbagai pertimbangan Haris berfikir lebih baik dibicarakan saja. Haris yakin istrinya pasti mengerti, dan hal itu ternyata benar.
Nurul memang terlihat ikut sedih mendengar kabar ini, namun dia terlihat lebih support kepada suaminya tersebut dengan tidak menunjukkan wajah kekecewaannya. Nurul yakin suaminya pasti lebih terpukul darinya saat ini.
"Maafkan Abi, Mi! Abi janji bakal cari kerja lagi secepatnya" ucap Haris memegang tangan istrinya.
Nurul pun tersenyum "Iya Abi, Umi akan bantu doa buat kelancaran seluruh urusan Abi kedepannya. Semoga Allah memberikan kita jalan rezeki yang lebih baik" Ucap Nurul menenangkan segala gundah gulana di hati suaminya.
"Ammiinnn. Makasih sayangkuu" balas Haris sambil mengecup kening sang istri. Nurul bahkan sampai bersemu merah karena perlakuan suaminya tersebut.
"Yuk kita tidur!" Ajak Haris kemudian.
Namun bukannya mengikuti suaminya yang berselimut, Nurul justru terlihat tersenyum manja seperti meminta sesuatu.
"Umi lagi pengen nih Bi!" Ucapnya secara tiba-tiba menggoyang badan Haris.
Haris yang tadinya sudah nyaman dalam selimut pun terlihat kaget dengan permintaan dari istrinya tersebut. Karena ini adalah pertama kalinya Nurul meminta nafkah batin kepada Haris secara gamblang seperti itu.
"Umi kesambet setan dimana?" Tanya Haris bercanda berusaha mencairkan suasana hatinya yang serasa mau melompat dari tubuhnya.
Bukan apa-apa, tapi selama ini Haris mengenal istrinya Nurul sebagai pribadi yang pemalu dan alim. Meski mereka sudah berumah tangga selama 6 tahun. Tapi Nurul kadang bersikap seperti ABG yang baru jatuh cinta karena sifat pemalunya tersebut.
Lantas ucapannya yang barusan pastilah sangat mengagetkan Haris.
Nurul lalu memasang wajah cemberut "Gak jadi deh kalau gitu" jawabnya menyesal mencoba jujur kepada suaminya tersebut.
Bukan tanpa alasan, Nurul mengatakan hal tersebut karena selama ini dia merasa intensitas hubungan ranjang dirinya dengan Haris sangatlah berkurang. Apalagi semenjak Haris memutuskan untuk berkerja lembur terus-terusan karena ingin menabung untuk membeli rumah. Aktivitas yang seharusnya jadi ibadah tambahan untuk pasangan suami istri tersebut, akhirnya harus ikut dikorbankan juga.
Dalam hati Nurul bahkan mengharapkan kalau suaminya tersebut mau melakukan hubungan ranjang dengannya setiap hari, karena sudah bertahun-tahun mereka menikah, kehadiran malaikat kecil diantara mereka belum kunjung datang juga. Dan Nurul seperti terpukul oleh hal tersebut.
Tapi selama ini dia mencoba mengerti saja karena mungkin memang mereka belum diberi rejeki oleh tuhan yang maha kuasa. Tapi kalau mencoba saja kurang, bagaimana mau mengharapkan hasil yang maksimal?
Itulah yang jadi pemikiran Nurul selama ini hingga akhirnya dia memutuskan untuk berbicara dan meminta lebih dulu kepada Haris suaminya. Tapi bukannya direspon positif, Haris malah mengaggap perkataannya tersebut sebagai lelucon semata saja. Padahal butuh keberanian besar dalam diri Nurul untuk bisa berbicara seperti itu.
Kecewa mungkin adalah hal yang dirasakan Nurul saat ini, tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin dia merengek kepada suaminya untuk diajak berhubungan ranjang. Rasanya tidak pantas seorang istri yang meminta duluan kepada suami.
Haris tiba-tiba bersuara. "Ini pasti gara-gara omongan ibu-ibu komplek, iya kan?" Tanyanya.
Nurul tercekat, serasa bahwa perkataan suaminya tersebut seperti tepat mengenai sasaran. Tapi Nurul berupaya menyembunyikan kegugupannya agar tidak ketahuan.
"Enggak" jawabnya singkat.
Haris menghela nafas "Umi gak perlu berbohong, Abi juga sudah dengar kabarnya"
"Tapi kenapa Abi diam saja?" Nada bicara Nurul pun naik seketika
"Karena semua itu tidak benar Umi" jawab Haris tenang.
Nurul membalik badan menatap suaminya "Abi tau darimana kalau Umi ini gak mandul? Enam tahun kita menikah tapi Umi tidak pernah hamil. Itu namanya apa kalau tidak mandul?" Kata Nurul dengan nada yang semakin tinggi.
Habis sudah rasa sabar yang dimilikinya selama ini melihat sikap Haris yang terlihat begitu tenang-tenang saja, padahal dia tau tentang rumor yang tengah beredar di kampung sekitar. Rumor bahwa Nurul mandul dan tidak bisa memberikan keturunan.
Memang ini bukan pertama kalinya pasangan Haris dan Nurul jadi topik pembicaraan di sekitar. Tepat tiga tahun yang lalu, rumor yang sama juga menghantam keluarga kecil tersebut. Tapi pada saat itu, baik Haris maupun Nurul dengan cepat membantah kabar tersebut dengan memberitahu kalau mereka sama-sama berkomitmen belum ingin mempunyai anak.
Namun setelah tiga tahun kemudian mereka justru belum punya anak juga, rumor tersebut kembali datang menerpa mereka. Entah siapa yang memulai, dan apa tujuannya. Tapi rumor tersebut cukup berpengaruh pada kondisi psikis Nurul.
"Kita sudah pernah ke dokter dan dokter bilang Umi baik-baik saja" balas Haris berusaha menenangkan emosi istrinya.
"Bisa saja dokter nya salah" balas Nurul cetus.
"Kalau begitu ayo kita buktikan saja" ajak Haris yang kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Nurul.
"Dah males. Mending tidur aja" jawab Nurul masih ketus.
Haris tersenyum gemas, salah satu sifat istrinya yang begitu dia sukai adalah sifat marahnya. Entah kenapa dia merasa istrinya tersebut jadi seperti anak ABG putus cinta kalau sedang marah.
"Yakin nih? Padahal tadi Umi yang ngajakin loh" ucap Haris menggoda.
Nurul pun jadi mengutuk dirinya sendiri ketika dia diingatkan akan permintaannya tadi. Mukanya memerah padam saat adegan tersebut kembali terputar dikepalanya. Dia tidak habis pikir kalau dia punya keberanian seperti itu juga.
"Yakin 100 persen" jawab Nurul yang kemudian masuk ke dalam selimut.
Haris tersenyum kecut melihat istrinya.
"Maafin Abi, Mi! Ini semua bukan salah Umi tapi salah Abi. Bukan Umi yang mandul tapi Abi" ucap Haris di dalam hatinya.
Andai saja Haris punya keberanian seperti itu untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Mungkin istrinya tidak perlu merasa terbani oleh rumor-rumor tersebut. Tapi semuanya ditahan oleh Haris karena dia takut akan konsekuensinya di kemudian hari yang berpotensi dirinya akan kehilangan Nurul seutuhnya.
Haris takut kalau sampai istrinya tau, Nurul akan menceraikan dan meninggalkannya seorang diri dan Haris merasa tidak siap untuk hidup tanpa Nurul.
Untuk itu, dia harus menyimpan rapat-rapat rahasia ini meski harus hidup dalam rasa bersalah yang begitu mendalam kepada Nurul di hatinya.
*--*
"Apa? Saya mandul Dok?" Suara Haris bergema dalam ruangan kecil tempat dia dan dokter sedang berdiskusi.
"Bukan Pak, bukan itu maksud saya. menurut hasil tes yang telah kita lakukan terhadap sample, kekentalan sperma bapak sangatlah rendah, jadi ini bisa dikatakan salah satu faktor penyebab Pak Haris tidak bisa membuahi istri Pak Haris" terang Dokter tersebut sedikit muram.
Haris terlihat sangat khawatir "Bukankah itu sama saja dengan mandul Dok? Apa tidak bisa disembuhkan? Saya ingin sekali punya anak" tanya Haris serius.
"Kemungkinannya masih ada Pak Haris, kita bisa memberikan resep obat dan resep makanan untuk meningkatkan kekentalan sperma milik Pak Haris, tapi ini tidak menjamin untuk bisa sembuh seutuhnya, dan masih ada juga kemungkinan kalau faktor lain yang jadi penyebabnya, seperti stress dan kurangnya olahraga" Kata Dokter tersebut.
"Dan juga Saya sarankan bapak mengurangi aktivitas ranjang bersama istri, kalau bisa lakukan seminggu sekali saja atau satu kali dua minggu. Saya sarankan untuk tidak sering membuang-buang sperma anda karena itu sangat mempengaruhi tingkat kekentalannya" lanjut Dokter itu kembali.
"Bi!"
"Abiii!!!!"
"Abii iiihhh!!!"
Suara nyaring Nurul membangunkan Haris dari lamunannya. Lamunan dimana dia berkonsultasi diam-diam kepada dokter untuk mengetahui penyebab dia tidak bisa menghamili Nurul.
"Eh iya Mi! Kenapa? Kenapa? Jawab Haris gugup.
"Tuh kan kebiasaan deh! Selalu aja gak pernah denger kalau Umi lagi ngomong! Pagi-pagi udah ngelamun" protes Nurul sedikit sewot.
"Tadi aku cerita gimana kalau aku juga kerja" lanjut Nurul menjelaskan maksudnya.
Haris menaikkan alisnya "Umi mau kerja? Enggak! Enggak! Itu tanggung jawab Abi"
"Tapi gak ada salahnya kan Umi juga membantu? Lagian dari dulu Umi gak ngapa-ngapain di rumah" ucap Nurul.
"Pokoknya enggak! Abi gak mau Umi ikutan repot gara-gara ketidakmampuan Abi mencari nafkah" balas Haris. "Lagian Umi mau kerja apa?? Umi kan gak punya pengalaman sama sekali dalam dunia kerja" sambung Haris.
Tapi Nurul seperti tidak mau menyerah "Bu Resi bilang dia punya temen yang lagi butuh orang buat bersih-bersih rumah sama memasak, kerjanya cuma pagi dan sore aja dan bayarannya lumayan" tambah Nurul.
"Jadi pembantu rumah tangga? No! No! Enggak! Abi gak mau Umi kerja begitu" jawab Haris.
"Kerja begitu gimana? itukan pekerjaan halal Bi!"
"Iya Abi tau, tapi bukan itu maksudnya Abi. Masa istri Abi yang cantik ini jadi pembantu orang?" Goda Haris mengalihkan.
"Ah! Udah kepepet gini Abi masih bisa gombal aja" balas Nurul kesal.
"Abi juga mau ngasih tau Umi sesuatu"
Nurul menaikkan alisnya "Sesuatu?"
"Iyah. Kemarin Abi ketemu Pak Sukani di warung, gak sengaja bilang kalau Abi udah gak kerja di pabrik lagi"
"Trus?"
"Pak Sukani spontan ngajak Abi ikut dalam proyek nya dia, dan Abi bilang bakalan ikut sama dia, tapi-" Haris berhenti sejenak.
"Tapi apa Bi?" Tanya Nurul semakin penasaran.
"Abi bakal ninggalin Umi selama dua minggu atau lebih" balas Haris lesu.
"Emangnya proyek apa sih Bi?"
"Tambang baru di kalimantan Mi! Pak Sukani bilang gajinya lumayan gede. Dan kalau misalnya kerja kita udah bener, pasti nanti akan di panggil lagi ke proyek-proyek selanjutnya" mata Haris begitu berbinar menjelaskan.
"Dan Abi bakalan ninggalin Umi di rumah terus gitu?"
"Abi pasti pulang kok"
"Iya tetep aja Umi bakalan sendiri di rumah!" Nurul membuang mukanya, dia tak mau melihat muka Haris yang nampak tidak peduli kalau dia akan meninggalkan Nurul.
"Abi ngelakuin ini agar bisa memperbaiki keuangan kita Mi!" bela Haris.
Tapi nampaknya Nurul malah semakin kesal "Lalu kenapa Abi gak mengijinkan Umi bekerja juga?? kan lumayan!!" balasnya sewot.
"Baiklah. Kalau gitu Abi bakalan ijinin Umi kerja"
Seketika Nurul membalikkan badannya "Beneran Bi?" Tanyanya bersemangat.
Haris pun menganggukkan kepalanya pertanda dia setuju dengan hal tersebut.
"Tapi dengan satu syarat!" ucap Haris.
"Syarat apa Bi??"
"Umi harus selalu tertutup! kalau perlu, pakai cadar dan sarung tangannya!" tutur Haris.
Memang selama ini pakaian Nurul sehari-hari sudah tergolong tertutup, baju kurung dan hijab lebar selalu membalut tubuhnya kalau dia pergi keluar rumah, namun rasanya saat ini Haris masih merasa itu kurang, orang lain masih bisa melihat wajah cantik istrinya yang dapat memikat lelaki manapun. Karena itulah Haris harus mengajukan syarat ini karena nanti Nurul akan sering berada diluar.
"Tapi kan panas Bi!! apalagi pekerjaannya jadi pembantu" protes Nurul.
"Kalau begitu Umi di rumah aja!!"
"Enggak-enggak, Umi bakal nurutin kata Abi"
Memang bukan sebuah keputusan yang ringan yang diambil Haris mengingat sebelumnya Nurul belum pernah bekerja ataupun sering keluar dari rumah, karena dia tipe wanita rumah tangga biasa yang sangat bergantung pada suaminya.
Tapi Haris juga sadar kalau kepergiannya ke kalimantan nanti pastilah meninggalkan sebuah lubang kosong di hati istrinya, apalagi dengan rumor-rumor yang beredar di lingkungan sekitar, membuat Haris khawatir kalau Nurul bakalan sangat stress di rumah.
Pilihan untuk membiarkannya bekerja adalah satu-satunya opsi agar Nurul dapat mengalihkan pikirannya ke hal lain. Jadi keputusan Haris saat ini adalah keputusan yang paling tepat. Paling tidak menurut dirinya sendiri.
Haris tidak tau kalau keputusannya tersebut, telah membuka pintu utama terhadap bencana yang tengah bersiap menghampiri keluarga dan pernikahannya. Dia tidak tahu bahwa dia telah melepaskan belenggu yang selama ini mengikat hati istrinya.